REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melqy terbaring di atas tempat tidur ruang perawatan Rumah Pijat Tulang Haji Naim (RPTHN), Rabu (29/3). Kaki kiri karyawan swasta itu patah setelah mengalami kecelakaan lalu lintas, Senin (27/3) kemarin. Saat mengendarai motor di Jalan Raya Bekasi, ditabrak sepeda motor yang berusaha menyalib mobil. Ia sempat jatuh dan menabrak trotoar jalan hingga membuat kakinya patah.
Saat kejadian, Melqy langsung dilarikan ke rumah sakit. Namun, karena rumah sakit menganjurkan operasi yang menghabiskan dana sekitar Rp 70 juta ia memilih mundur karena tidak memiliki biaya. Melqy mengaku sempat mencoba memakai BPJS, tapi sejumlah rumah sakit yang didatanginya menolak.
Karena terbatas biaya, keluarga Melqy membawanya ke Rumah Pijat Tulang Haji Naim (RPTHN) di Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Pria asal Pamulang ini mengaku baru pertama kali berobat menggunakan pengobatan tradisional. Namun berbekal cerita keberhasilan penyembuhan dari kerabat dan keluarga, Melqy memberanikan diri mengikuti jejak mereka.
Melqy telah dirawat sejak Selasa (28/3). Saat pertama dipijat, dia mengaku sudah dapat menggerakkan kakinya meski masih terbatas. "Awalnya ga bisa bangun sama sekali," ujar Melqy saat berbincang dengan Republika.co.id.
Bapak satu anak ini memilih melakukan rawat inap di RPTHN, karena kondisinya yang belum memungkinkan. Istri dan anaknya selalu menemani Melqy di ruang inap berkapasitas 20 pasien. Ia mengakui harus membeli suplemen dan obat sendiri, karena RPTHN tidak menyediakannya.
"Enak sih, di sini dapet makan dua kali sehari, terus ada petugasnya juga yang cek perkembangan kita tiap hari. Tapi kalo obat kita beli sendiri," tutur Melqy.
Biaya fasilitas rawat inap RPTHN sedikit memiliki perbedaan dengan jasa pijat dan patah. Jika jasa pijat tidak menarifkan biaya pada pasien, maka rawat inap ditarifkan sebesar Rp 150 ribu per hari.
Pengelola RPTHN, Haji Hasan Basri mengatakan, penarifan harga tersebut diimbangi dengan modal yang harus dikeluarkan, seperti obat-obatan, konsumsi dan peralatan penunjang pasien. Hasan mengaku setiap bulannya, dia mengeluarkan dana sekitar Rp 3 juta untuk modal. Biaya tersebut salah satunya berasal dari biaya administasi pasien rawat inap.
Di sisi lain, RPTHN tidak menyediakan obat berbentuk tablet kepada pasien rawat inap. Pengelola hanya memberikan jasa pijit dan check up pasien. Biaya pijit, menurut Hasan juga tidak termasuk dari biaya Rp 150 ribu yang telah dikeluarkan pasien rawat inap. "Kita engga sediain obat, soalnya agak mahal. Jadi takut ngeberatin pasien," ujar Hasan.
(Baca Juga: Riwayat Haji Naim, Tukang Urut Legendaris dari Cimande)