REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan sistem box office yang terperinci dan terstruktur dengan baik oleh berbagai lembaga terkait secara komprehensif dari pusat hingga ke daerah dinilai juga dapat memajukan kondisi industri film nasional.
"Sebaiknya pemerintah segera mewujudkan rencana sistem box office di Indonesia karena ini sangat mendesak," kata Anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah dalam pernyataannya menyambut peringatan Hari Film Nasional di Jakarta, Kamis (30/3).
Menurut dia pembentukan sistem box office juga bermanfaat agar peringatan Hari Film Nasional setiap tanggal 30 Maret tidak menjadi sekadar seremoni tetapi juga memiliki makna bagi berbagai pemangku kepentingan industri film nasional.
Anang berpendapat dengan sistem box office maka akan diketahui penyebaran film di berbagai daerah, serta berapa jumlah penontonnya dan genre film apa yang sedang "meledak".
Politisi PAN itu juga menyatakan sistem box office juga bisa mengatasi permasalahan yang akut seperti soal transparansi di sektor pajak industri film serta royalti bagi para pemain film.
Ia kembali mengingatkan pemerintah agar serius dalam pembenahan sektor perfilman, antara lain dengan segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU No 33 tahun 2009 tentang Perfilman.
Selain itu, ujar dia pemerintah juga perlu mendirikan SMK Perfilman secara merata di wilayah Indonesia yang dinilai ke depannya bakal memberikan efek besar bagi industri perfilman di Tanah Air.
Anang juga mengutarakan harapannya agar Badan Perfilman Indonenesia (BPI) melakukan sinergitas dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) di bidang untuk memajukan perfilman di Indonesia.
Sebelumnya, Bekraf akan belajar manajemen industri perfilman dari Pusat Perfilman dan Animasi Prancis (CNC) melalui nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani di sela-sela kunjungan Presiden Prancis Francois Hollande dan delegasinya ke Jakarta, Rabu (29/3).
CNC adalah lembaga di bawah Kementerian Kebudayaan dan Komunikasi Prancis yang membantu pembiayaan perfilman negara tersebut dengan memberikan subsidi yang dipungut dari pajak-pajak kegiatan perfilman.
"Itu yang sedang kami pelajari agar Indonesia bisa melakukan hal yang sama karena selama ini kita belum pernah memberikan insentif-insentif yang sifatnya budaya," kata Kepala Bekraf Triawan Munaf dalam acara "Creative Economy and Cultural Industries in a Digital World".
Upaya memberlakukan insentif dalam bidang kebudayaan dan industri kreatif masih dalam tahap konsolidasi antara Bekraf dengan kementerian terkait terutama Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.
Dengan mengurangi pajak, diharapkan para pelaku ekonomi kreatif lebih banyak berkarya dan memperbesar kontribusi mereka terhadap perekonomian nasional, selain juga membantu mempromosikan keindahan alam dan kekayaan budaya Indonesia ke dunia.
Saat ini, ekonomi kreatif telah menyumbang Rp 852 triliun terhadap PDB Tanah Air. Melalui kerja sama dengan berbagai negara termasuk Prancis, Bekraf berharap kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB yang masih di bawah 10 persen akan dapat diakselerasi pertumbuhannya. "Saya yakin ekonomi kreatif ke depannya bisa menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia," tutur Triawan.