Kamis 30 Mar 2017 21:30 WIB

Ini Jawaban KPK Soal Kritikan Terhadap MoU 'Izin' Geledah

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ilham
Kabiro humas yang juga jubir baru KPK Febri Diansyah memberikan keterangan terkait status Bupati Nganjuk Taufiqurahman di Gedung KPK Jakarta, Selasa (6/12).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Kabiro humas yang juga jubir baru KPK Febri Diansyah memberikan keterangan terkait status Bupati Nganjuk Taufiqurahman di Gedung KPK Jakarta, Selasa (6/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah menuturkan, nota kesepahaman bersama (NKB) disusun untuk mempermudah penanganan kasus korupsi dan memperkuat pencegahan di institusi penegak hukum. "Harapannya ke depan penanganan kasus korupsi dan pencegahan bisa lebih kuat. Termasuk untuk meminimalisir persinggungan tim di lapangan," kata dia, Kamis (30/3).

Febri menjelaskan, ada beberapa isu krusial dalam nota kesepahaman itu. Yang paling mendasar, yakni terkait pedoman bagi tiga institusi tersebut dalam menjalankan tugasnya. Sehingga tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang yang ada, khususnya hukum acara. "Karena itu, ada 6 UU yang kita tulis sebagai rujukan di NKB itu," kata dia.

Lanjut Febri, hal lain yang penting adalah aspek perlindungan saksi dan pelapor. Hal ini, kata dia, berangkat dari fenomena pelaporan balik saksi dan pelapor kasus korupsi ke penegak hukum lain. "Kalau ini tidak diatur, maka bisa menghambat penanganan kasus korupsi ke depan," kata dia.

Kemudian, terkait LHKPN. Dengan dicantumkannya di NKB tersebut, ke depan seluruh pengadilan negeri di institusi penegak hukum diharapkan lebih patuh. Sebab, ini adalah komitmen pimpinan tertinggi masing-masing. "Bahkan akan lebih baik jika kepatuhan lapor tersebut dijadikan syarat promosi jabatan," ujar dia.

Selain itu, kata Febri, juga akan lebih mudah menghindari tumpang tindih penyidikan antara Polri, Kejaksaan dan KPK. Karena mekanisme pelaporan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dibuat lebih mudah secara elektronik, yaitu E-SPDP.

Menurut pasal 50 UU KPK, ujar Febri, jika Polri dan Kejaksaan lebih dulu menangani penyidikan, maka dalam waktu 14 hari akan memberitahukan pada KPK. Poin ini juga mencegah hal yang sama seperti praperadilan dalam kasus bupati Nganjuk terulang kembali. Saat itu, menurut pemohon, sudah ada penyelidikan di kejaksaan sehingga KPK tidak bisa lagi menangani perkara tersebut, dan KPK dikalahkan hakim tunggal saat itu.

"Banyak hal yang diharapkan dapat semakin memperkuat pemberantasan korupsi melalui NKB tersebut, termasuk pendidikan dan pelatihan bersama serta dukungan personil," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement