REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Country Manager United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) Collie Brown menyatakan korban kejahatan berhak mendapatkan kompensasi dari negara atas derita yang dialaminya, sesuai Deklarasi PBB tentang Hak Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan.
Collie Brown, dalam siaran pers yang disebar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), mengakui pemberian kompensasi ini sudah diakui namun pelaksanaannya justru masih menjadi tantangan di banyak negara anggota.
Collie saat berbicara dalam "Workshop on National Framework for Compesation of Victims of Crime of Terrorism" yang diselenggarakan LPSK bekerja sama dengan UNODC dan Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Kamis (30/3), mengatakan ganti rugi uang atau materi memang tidak bisa memuaskan, akan tetapi hal itu paling tidak bisa bisa memberikan dukungan dalam rangka pemulihan korban kejahatan.
"Pelapor khusus PBB tentang kejahatan terorisme menyatakan kompensasi menjadi suatu hal penting bagi korban," kata Collie.
Kegiatan yang dihadiri para pemangku kepentingan di bidang hukum ini menampilkan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto sebagai pembicara utama, serta sambutan dari Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai.
Sedangkan ahli-ahli yang didatangkan berasal dari beberapa negara, seperti Inggris, Amerika Serikat, Spanyol dan Perancis.
Selain ahli-ahli tersebut, kegiatan workshop menampilkan Direktur KIP Kemlu Andy Rachmianto dan Hakim Agung Suryajaya.
Menurut Collie, sebelumnya pihaknya dan pemerintah Indonesia sempat mengadakan pertemuan membahas kompensasi korban terorisme dan dari pertemuan itu terungkap persoalan ketersediaan keuangan untuk kompensasi masih menjadi masalah.
Untuk itulah, UNODC menggandeng LPSK menggelar workshop dengan mendatangkan ahli-ahli dari Inggris, Amerika Serikat, Prancis dan Spanyol, yang akan membagi pengalaman serta mengenalkan model-model kompensasi dari negara mereka masing-masing.
"Mudah-mudahan bisa dimanfaatkan untuk membangun kerangka di Indonesia. Meski tidak bisa diterapkan semua, tetapi bisa disesuaikan dengan kondisi di Indonesia," katanya.
Wiranto mengapresiasi kegiatan yang dilaksanakan LPSK bekerja sama dengan UNODC dan Kemenlu ini karena menjadi perangsang bagi pemerintah untuk tidak semata-mata fokus pada pelaku terorisme, melainkan ada pihak lain yang butuh penanganan yaitu korban.
"Situasinya pas dimana revisi UU Terorisme sedang dibahas di DPR. Dari kegiatan ini diharapkan ada masukan dan rekomendasi tentang bagaimana penanganan korban terorisme bagi pemerintah dan DPR yang tengah menggodok revisi UU Terorisme," ujar Wiranto.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menambahkan ia langsung menyambut tawaran kerja sama dari UNODC untuk membahas kompensasi bagi korban terorisme karena momen saat ini sangat pas dimana DPR sedang membahas revisi UU Terorisme.
sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement