REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum semua kabupaten kota di Indonesia mempunyai Sekolah Luar Biasa (SLB). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat masih ada lebih dari 60 kabupaten/kota di Indonesia yang belum mempunyai sekolah khusus untuk penyandang disabilitas.
Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Ditjen Pendidikan Dasar Menengah Kemendikbud, Sri Renani Pantjastuti, mengatakan kabupaten kota yang belum mempunyai SLB terkonsentrasi di wilayah Indonesia bagian timur dan kabupaten/kota hasil pemekaran.
"Sekarang belum semua, masih ada beberapa kabupaten kota yang tidak memiliki sekolah luar biasa, terutama kabupaten kota pemekaran. Sambil menunggu kami bisa membantu membangunkan, kami juga dukung untuk pendidikan inklusif," kata Sri Renani Pantjastuti, di SLB Pembina Nasional Jakarta kepada Republika, Kamis (30/3).
Sri Renani yang akrab disapa Nani mengatakan, ada sebelas sekolah luar biasa di berbagai daerah yang sedang dibangun oleh Kemdikbud tahun 2017 ini. Kendati demikian, Nani menyatakan, pendidikan khusus adalah kewenangan pemerintah provinsi. Kemdikbud bekerja sama dengan pemerintah provinsi agar tidak terjadi tumpang tindih.
Menurut Nani, pemerintah pusat berusaha memfasilitasi agar semua kabupaten/kota memiliki sekolah luar biasa. Masalahnya, pembangunan SLB di daerah-daerah kerapkali terkendala keterbatasan lahan. Kemdikbud sudah menyiapkan anggaran, namun pemerintah daerah tidak punya lahan yang mencukupi.
Untuk kabupaten/kota tersebut, kata Nani, Kemdikbud meningkatkan pembudayaan pendidikan inklusif. Di beberapa tempat yang tidak ada SLB, para penyandang disabilitas umumnya dimasukkan ke sekolah reguler.
Nani mengatakan ada skema bantuan untuk membuat rencana strategis layanan penyandang disabilitas di daerah-daerah melalui pendidikan inklusif. Tahun ini, Kemdikbud akan membantu sekitar 60 kabupaten kota diutamakan yang belum memiliki SLB.
"Penyandang disabilitas juga, diharapkan mereka yang tidak mempunyai multiple disabilitas, bisa masuk ke sekolah reguler. Dan di beberapa kabupaten kota kami sudah mendukung mereka untuk menyiapkan guru-guru sekolah reguler agar bisa melayani anak berkebutuhan khusus," ujar Nani.
Hanya saja, Nani mengakui, tidak semua guru di sekolah reguler bisa menangani penyandang disabilitas. Guru pendidikan khusus sekarang penempatannya hanya di SLB, padahal mereka juga dibutuhkan di sekolah reguler.
Direktorat Pembinaan PKLK mewacanakan agar di sekolah-sekolah reguler bisa ditempatkan guru pendidikan khusus. Menurut Nani, guru reguler pun bisa dilatih untuk mendapat kewenangan kompetensi tambahan selama satu tahun.
"Beberapa provinsi dan kabupaten kota, mereka membiayai pelatihan atau pendidikan untuk guru reguler itu. Guru reguler dilatih di LPTK selama 1 tahun supaya bisa melayani anak penyandang disabilitas, tapi minimal tetap harus ada 1 guru pendidikan khusus," ujar Nani.