REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kremlin membayar pasukan sebanyak 1.000 orang untuk menyebarkan berita palsu mengenai Hillary Clinton. Informasi tersebut disampaikan anggota Partai Demokrat Senator Mark Warner dan Ketua Komite Intelijen Senat dari Partai Republik Senator Richard Burr dalam konferensi pers.
"Kami tahu tentang peretasan, dan adanya kebocoran, tapi yang benar-benar menarik perhatian saya sebagai mantan pria yang berkecimpung di dunia teknologi adalah mengenai laporan bahwa ada ribuan orang yang bekerja di luar fasilitas di Rusia, yang mengambil alih serangkaian komputer yang kemudian disebut botnet, yang dapat menghasilkan berita ke daerah-daerah tertentu," ujar Warner, dikutip The Independent.
“Sudah dilaporkan kepada saya dan kita harus menemukan apakah mereka mampu mempengaruhi daerah-daerah tertentu di Wisconsin, Michigan, Pennsylvania mengenai Trump versus Clinton, 'Clinton sakit' atau 'Clinton mencuri yang dari seseorang' adalah berita palsu," jelasnya.
“Musuh asing di luar secara efektif berusaha mempengaruhi proses demokrasi yang paling penting, yaitu dalam pemilihan Presiden. Dan dalam proses itu, mereka memutuskan untuk mendukung salah satu calon," kata dia.
Negara-negara bagian utama, seperti Wisconsin, Michigan, dan Pennsylvania secara tak terduga memilih Donald Trump. Warner dan Burr menekankan mereka akan bersatu dalam penyelidikan ini, meskipun keduanya berlainan dalam garis politik.
Komite Intelijen Senat juga akan memeriksa apakah tim kampanye Trump berkoordinasi dengan Rusia untuk menyewa pasukan hoax. Burr tidak mengatakan dari mana penyelidikan akan dimulai, tapi ia mengisyaratkan kasus Purnawirawan Letnan Jenderal Michael Flynn, mantan Penasihat Keamanan Nasional Trump, yang pernah berhubungan dengan pejabat Rusia.
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan CBS mengungkapkan, setengah dari warga Amerika sekarang percaya bahwa Rusia mengintervensi pemilu untuk membantu memenangkan Trump. Sedangkan, 10 persen lainnya percaya ada campur tangan Rusia, namun tidak secara khusus dirancang untuk menguntungkan Trump.
Ketua DPR, Paul Ryan dari Partai Republik mengatakan, AS memiliki tanggung jawab kepada seluruh dunia untuk mengungkapkan dugaan gangguan dari Rusia. "Kita semua mengetahui ini sebelum pemilu. Kita semua tahu Rusia sedang mencoba ikut campur terhadap pemilu kita, dan kita sudah tahu saat ini mereka sedang mencoba melakukannya kepada negara-negara lain," ungkap Ryan.
Tujuh staf komite sedang menyelidiki dugaan adanya hubungan antara Trump dengan Rusia. Komite mengatakan, menantu Trump, Jared Kushner, telah setuju untuk bersaksi kepada komite Senat, meskipun tidak diketahui apakah ia akan berbicara di bawah sumpah. Sebanyak 20 orang telah diminta untuk bersaksi di hadapan anggota komite untuk memberikan keterangan.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook