REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Sosial melepas pendamping sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT) ke 20 lokasi pemberdayaan komunitas adat terpencil di berbagai daerah. Para pendamping sosial ini tidak hanya bertugas melakukan pendampingan pada KAT, tapi juga mengedukasi masyarakat setempat agar siap menerima KAT.
Para pendamping sosial akan ditempatkan di 20 titik, di antaranya Kepulauan Meranti Riau, Sarolangun Jambi, Kepulauan Mentawai, Sumbawa Nusa Tenggara Barat, Belu Nusa Tenggara Timur, Kapuas Hulu Kalimantan Tengah, Tabalong Kalimantan Selatan, Sangihe Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua Barat, Keerom Papua, dan sejumlah lokasi lainnya.
"Pendamping sosial KAT profesional ini menunjukkan bahwa ada kontinyuitas pendampingan dan pemberdayaan bagi KAT yang sudah dimukimkan, seperti suku Anak Dalam, Orang Rimba, atau suku terasing," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, di Kementerian Sosial Jakarta, Jumat (31/3).
Khofifah menuturkan proses penyiapan KAT memakan waktu dua tahun. Setelah dimukimkan, mereka harus mendapatkan pendampingan soal Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), diedukasi supaya mau bersekolah, dan melatih kemampuan bersosialisasi.
Pada saat yang sama, Khofifah melanjutkan, perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat di sekitar KAT itu dimukimkan. Tanpa penyiapan dan edukasi kepada masyarakat sekitar, dikhawatirkan akan terjadi ketidakharmonisan ketika KAT keluar untuk berbaur.
Menurut Khofifah, para pendamping sosial ini ditugaskan di permukiman KAT selama delapan bulan. Khofifah berharap ke depan dalam satu permukiman KAT bisa ada dua pendamping sosial. Saat ini, satu KAT di satu provinsi baru dialokasikan satu pendamping sosial karena keterbatasan anggaran.
Khofifah menyatakan, para pendamping sosial ini punya tugas besar sebagai rujukan masyarakat KAT. Meski bukan bidang keahliannya, mereka harus bisa menjawab pertanyaan tentang kesehatan, pertanian, adminstrasi kependudukan, dan sebagainya.
Mensos menekankan pentingnya menjalin kemitraan dengan pemerintah daerah dan kepala desa setempat. Ia meminta agar permukiman sosial KAT bisa dimasukkan ke dalam wilayah administratif desa terdekat supaya warga KAT bisa memiliki KTP atau KK.
"Kalau mereka sudah punya KTP berarti sudah bisa mengakses berbagai program perlindungan sosial, apakah KIP, KIS, KKS, dan sebagainya. Kalau mereka tidak punya KTP, mereka tidak bisa akses itu," ujar Khofifah.
Ia berharap dalam APBN 2018 nanti pendamping sosial KAT bisa ditambah menjadi 50 orang. Khofifah mengatakan, tidak banyak masyarakat atau pengambil keputusan yang memahami kebutuhan pendampingan masyarakat adat terpencil. Alokasi anggaran yang tersedia untuk pendampingan KAT terbatas.