REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigjen Rudy Sufahriadi mengatakan, tidak ada penambangan personel untuk memperkuat satuan tugas (Satgas) Tinombala. Jikapun ada penambahan kata dia, hanya untuk mengganti personel yang lama.
"Tidak (diperkuat), Satgas itu jumlahnya tetap sama," kata Rudy di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (31/3).
Rudy mengaku kedatangannya di Mabes Porli untuk membahas strategi Satgas Tinombala bekerja. Yang pasti, ia menegaskan tidak ada penambahan anggota hanya pergantian saja. "Pasukan sudah datang dengan jumlah yang sama. Jadi cuma diganti orangnya saja," jelasnya.
Mantan Kapolres Poso ini mengatakan anggota yang ditarik dan diganti yakni satu kompi dari Maluku, satu kompi dari Lampung, satu kompi dari Jawa Tengah dan dari Brimob Kelapa Dua.
"Satu kompi dari Maluku, 1 kompi dari Lampung, satu dari jateng, dan dari Kelapa Dua. Itu saja. Yang pasukan bawah operasi (BKO) ada 500, ditambah yang di sana jadi 1.000 jumlahnya, TNI segitu juga," jelasnya.
Pergantian personel Satgas kata dia, untuk masa kerja operasi Tinombala. Operasi Tinombala diperpanjang mulai 3 April hingga tiga bulan kedepan. Saat ini, Rudy megatakan masih ada sembilan anggota teroris Mujahiddin Indonesia Timur (MIT) di pegunungan Poso. Mereka di antaranya Ali Ahmad alias Ali Kalora, Firdaus alias Daus alias Barok Rangga, Kholid, Askar alias Jaid, Basir, Abu Alim, Qatar alias Farel, Mohammad Faizal, dan Nae alias Galuh.
Rudy menjelaskan memang selama ini polri seringkali mengatakan bahwa jaringan tersebut semakin melemah dengan jumlah personel yang berkurang. Melemahnya mereka terang Rudy karena awalnya jumlah hingga puluhan dan saat ini hanya tersisa sembilan orang.
Kemudian masih, kata Rudy diketahui juga bahwa jumlah senjata mereka hanya tersisa tiga. Sehingga untuk sembilan orang dalam pengejaran Satgas Tinombala membuat mereka kewalahan.
"Melemah, senjata tinggal tiga (tapi) orangnya ada sembilan. Saya juga ditanya masyarakat dan teman-teman kok belum tertangkap itu, tunggu waktunya," kata Rudy.
Rudy menambahkan bahwa yang membuat lama masa pengejaran terajut karena jaringan Santoso sudah menguasai Medan. Mereka, kata Rudy, belajar dari pengalaman teman-temannya yang tertangkap oleh Densus 88.
"Sekarang pengalaman mereka dikejar-kejar sama kita lebih bagus lagi, mereka lebih teliti lagi, lebih tahu lagi di mana teman-temannya kena dulu, bagaimana cara kenanya. Hari ini kita ambil taktis sama mereka. Saya sedang kejar," jelasnya.