REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (Komtak) akan mendatangi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk melaporkan kasus lahan Pemerintah Daerah DKI Jakarta di Cengkareng, Jakarta Barat, yang dibeli sendiri. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan, ada indikasi korupsi sebesar Rp 668 miliar pada pembelian lahan seluas 4,6 hektare tersebut.
Koordinator Komtak, Lieus Sungkarisma telah mengunjungi lahan yang dimaksud, di Jalan Lingkar Luar, Cengkareng, Jakarta Barat Kamis (30/3). “Kami hari ini sudah melakukan survey ke lahan tersebut. Kita periksa benar tidak ada lahannya. Ternyata benar ada, tanah kosong," ujar Lieus di Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis (30/3).
Lahan itu dibeli pada November 2015 seharga Rp 688 miliar. Padahal, lahan tersebut merupakan aset milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Diketahui tanah lapang yang sekarang ditumbuhi rumput liar tersebut dimiliki Dinas Perumahan DKI Jakarta dan Dinas Kelautan Pertanian dan Gedung Pemerintahan. Dua kepemilikan ini membuat BPK curiga ada indikasi korupsi yang menimbulkan kerugian negara.
Pada pertengahan 2016 lalu, kasus sempat muncul di beberapa media. BPK juga telah membentuk tim investigasi dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama juga telah dimintai keterangan. Namun, isu ini seakan hilang ditelan bumi.
“Sejumlah saksi pun sudah dimintai keterangannya oleh Kejaksaan Agung. Tapi sudah lebih setahun berlalu, kasus ini seperti tidak ada tindak lanjutnya. Hilang begitu saja. Padahal potensi kerugian negara mencapai miliaran rupiah,” ujar Lieus yang juga merupakan Koordinator Forum Rakyat ini.
Sebelum ke Bareskrim pada Senin (3/4) depan, Komtak akan menemui Plt Gubernur DKI Jakarta, Soni Sumarsono. Kunjungan ini terlebih dahulu dilakukan untuk mendapatkan data lebih lanjut mengenai kasus ini. “Jadi kami mau ke Plt Gubernur dulu, beliau pasti punya data dan tahu mengenai hal ini. Mengapa bisa tanah punya pemda, dibeli pemda,” ujar dia.
Komtak juga akan mendatangi BPK untuk memeroleh data pelengkap. Menurut Lieus, mereka akan melaporkan kasus ini ke penegak hukum berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPK. “Kami juga akan tanya ke BPK sebagai auditor negara. Beliau pasti punya data yang akurat. Karena beliau sendiri yang mengatakan, mengapa pemda bisa membeli tanah pemda,” kata Lieus.
Lieus mengatakan, para penegak hukum seakan menutup mata dalam mengusut kasus ini. Ia pun mempertanyakan aparat penegak hukum yang butuh waktu hampir satu tahun untuk mengusut permasalahan yang faktanya telah terbuka ini.
“Ini kelihatannya Ahok dilindungi. Saya mau tanya kepada aparat penegak hukum nanti. Masa mengurus kasus seperti ini harus menunggu selama setahun,” ujarnya dengan nada tinggi.
Sekitar dua tahun lalu, Pemerintah Provinsi DKI membebaskan lahan seluas 4,6 hektar di Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Rencananya tanah itu akan digunakan untuk membangun rumah susun. Namun, lahan yang dibeli Dinas Perumahan dari pihak ketiga sebesar Rp 668 miliar itu ternyata milik Dinas Kelautan dan Perikanan DKI. Artinya, tanah itu milik pemerintah DKI sendiri.
Plt Gubernur DKI Jakarta, Soni Sumarsono mengatakan, belum ada proses penelusuran lebih lanjut. Menurutnya, status dokumen perihal pembelian tanah itu terus dicek agar tidak ada kebijakan yang salah. "Kalau memang beli tanah sendiri dan uang kembali ke Pemprov, ya tidak masalah," ujarnya saat ditemui Republika.co.id, Kamis (30/3).
(Baca Juga: Sumarsono Klaim Status Lahan Cengkareng Barat Masih Ditelusuri)