REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PPP Kubu Romahurmuzy, Saifullah Tamliha mengungkap alasan kenapa partainya beralih mendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saipul Hidayat di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta. Padahal sebelumnya, PPP menyerahkan sepenuhnya kepada DPC di DKI yang telah mendukung pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Hal ini menurut Tamliha, lantaran kepentingan politik strategis demi melanggengkan koalisi partai pendukung pemerintah. Ia pun mengakui keputusan tersebut juga mendapat perdebatan dari Majelis Tinggi (a'la) PPP.
"Perbedaan tajam itu terlekat pada apakah kita melakukan koalisi ideologis strategis atau taktis. Kalau ini kecenderungan kepentingan strategis politis. Karena PPP selama ini kan udah merasa nyaman berkoalisi dengan PDIP Hanura, PKB, Golkar. PKPI Nah nyaman gitulah," kata Tamliha saat dihubungi pada Jumat (31/3) malam.
Menurutnya, alasan itu juga yang kemudian membuat PPP mengesampingkan kepentingan ideologis PPP dan memilih bergabung bersama partai koalisi pendukung Pemerintah.
"Memang Pilkada ini membuat PPP ini posisinya serba susah. Susah Karna kita ini koalisi strategis itu. Di Jepara misalnya calon bupati diusung PDIP itu Marzuqi (kader PPP). Dari Nasdem itu Subroto, kita ikut Nasdem. Meski kalah. Sama dengan Banten kita ikuti Banten," katanya.
Meski demikian, Tamliha membantah informasi bahwa bergabungnya kubu Romi ke Ahok-Djarot lantaran ada intervensi dari Pemerintah terkait ancaman mencabut legalitas kepengurusan PPP Kubu Romi. Hal ini jika PPP tidak merapat dengan pasangan nomor urut dua.
Menurutnya, merapatnya PPP ke Ahok-Djarot semata-mata menguatkan dukungan koalisi partai pendukung Pemerintah demi Pemilu 2019.
"Nggak benar itu. Saya merasa nggak mendengar (soal ancaman itu), ini solidaritas semata. Kan selama ini mereka (partai koalisi) memang sering mengajak kita bersama-sama," katanya.