Sabtu 01 Apr 2017 08:03 WIB

Mengenal Pasal 50, Penentu Keluarnya Inggris dari Uni Eropa

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Inggris Theresa May telah menandatangani surat pengaktifan Pasal 50 Uni Eropa pada Selasa (28/3). Hal ini menandakan Inggris telah memulai proses hengkangnya dari Uni Eropa atau dikenal dengan istilah Brexit.
Foto: Christopher Furlong/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Inggris Theresa May telah menandatangani surat pengaktifan Pasal 50 Uni Eropa pada Selasa (28/3). Hal ini menandakan Inggris telah memulai proses hengkangnya dari Uni Eropa atau dikenal dengan istilah Brexit.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Theresa May telah menyerukan Pasal 50 Perjanjian Lisbon untuk meninggalkan Uni Eropa. Kini Inggris punya waktu dua tahun untuk menyelesaikan seluruh proses perceraian tersebut.

Pasal 50 akan berisi tentang kesepakatan terkait beberapa hal, termasuk diantaranya tentang imigrasi, kebebasan bergerak, perdagangan, keamanan, dan regulasi keuangan. Berikut penjelasan singkatnya, dilansir dari Aljazirah.

Imigrasi

Salah satu alasan utama Brexit adalah imigrasi. Ada kekhawatiran sejumlah kelompok di Inggris terhadap efek migran dari negara Eropa Timur, terutama dalam masalah layanan publik, seperti kesehatan dan pendidikan.

Padahal menurut penelitian London School of Economics, keberadaan migran Uni Eropa hanya berdampak kecil pada tingkat pengangguran warga Inggris sehingga tidak terlalu berpengaruh pada kesediaan layanan publik.

Sebaliknya, keberadaan migran malah memberikan manfaat secara ekonomi. Dengan demikian, Inggris seharusnya tidak menuntut pemberhentian aliran migran dengan alasan untuk menyeimbangkan manfaat ekonomi.

Kebebasan perjalanan

Menteri Dalam Negeri Inggris, Amber Rudd telah memperingatkan Brexit akan mengubah kebebasan perjalanan. Artinya, akan ada perubahan signifikan pada status quo kebijakan warga Inggris bisa tinggal, bekerja dan berbisnis di negara-negara Uni Eropa tanpa visa.

Kebijakan tersebut juga membuat warga Inggris punya hak sama dengan penduduk setempat. Begitu pula sebaliknya. Diplomat Inggris kemungkinan akan berusaha mempertahankan sebanyak mungkin hak-hak istimewa tersebut.

Sementara mereka juga akan berusaha bernegosiasi dengan tuntutan Uni Eropa terkait pembatasan migrasi.

Perdagangan

Mengakhiri kebebasan perjalanan akan berimbas pada eksklusivitas Inggris di pasar Uni Eropa. Pasar yang dikenal sebagai pasar tunggal itu sebelumnya menerapkan zona bebas tarif perdagangan di 32 negara.

Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk telah memperingatkan Inggris tidak bisa punya akses hanya ke sejumlah bagian Uni Eropa yang diinginkannya. Meski demikian, mundur sempurna dari pasar tunggal akan butuh waktu bertahun-tahun dan melibatkan sejumlah negosiasi terpisah dengan sektor industri berbeda.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement