Sabtu 01 Apr 2017 20:29 WIB

Pemerintah tak Buru-Buru Periksa Wajib Pajak Setelah Amnesti Berakhir

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nur Aini
 Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengatakan tidak akan terburu-buru melakukan pemeriksaan kepatuhan terhadap wajib pajak (WP) yang tidak mengikuti amnesti pajak setelah berakhir pada 31 Maret 2017 kemarin.

Pemeriksaan baru akan dilakukan jika data wajib pajak bersangkutan sudah lengkap dan akurat. "Karena prinsipnya self assessment," kata dia, di Jakarta, Sabtu (1/4).

Kendati begitu, jika memang diperlukan pemeriksaan, pihak otoritas pajak tidak diperbolehkan bertemu dengan wajib pajak di luar kantor. Pemeriksaan hanya bisa dilakukan di kantor otoritas pajak. "Kalau mau ketemu orang pajak ya di kantor," ujar dia.

Ken juga optimistis amnesti pajak memberikan kontribusi dalam mengamankan penerimaan negara. Apalagi, amnesti pajak menjadi landasan bagi reformasi perpajakan. Menurutnya, ada peningkatan jumlah pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan Wajib Pajak (WP) setelah program amnesti pajak berakhir pada 31 Maret 2017.

Ken menuturkan total pelaporan SPT yang diterima yakni berjumlah 9,01 juta. Ini naik hampir 400 ribu dari tahun lalu. Secara keseluruhan, tingkat kepatuhan wajib pajak pada tahun ini naik menjadi 72,5 persen dari semula 63 persen pada 2016. "Kita berharap semakin hari semakin baik," kata dia.

Berakhirnya batas waktu amnesti pajak ini, kata Ken, tentu akan berdampak pada meningkatnya kepatuhan para wajib pajak dalam membayar pajak. Apalagi, setelah amnesti pajak ini berakhir, ada tambahan 48 ribu wajib pajak baru yang belum pernah mempunyai NPWP sehingga diharapkan dapat ikut patuh membayar pajak.

Dalam program amnesti pajak ini, pemerintah menargetkan perolehan dari dana tebusan sebesar Rp 165 triliun, dana repatriasi sebesar Rp 1.000 triliun, dan deklarasi luar dan dalam negeri sebesar Rp 4.000 triliun. Dari tiga ini, hanya deklarasi luar dan dalam negeri yang melebihi target, dengan capaian total Rp 4.813 triliun. Untuk dana tebusan, yang terealisasi yakni sebesar Rp 114 triliun.

Sedangkan realisasi repatriasi harta, yakni sebesar Rp 147 triliun. Namun, baru ada Rp 121 triliun repatriasi harta yang benar-benar sudah dibawa masuk ke Indonesia. Artinya, masih ada Rp 24,7 triliun harta yang sebelumnya dijanjikan oleh wajib pajak untuk dibawa masuk ke Indonesia tetapi urung terealisasikan.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan potensi repatriasi yang hilang sebesar Rp 24,7 triliun itu salah satunya karena harta yang akan direpatriasikan berupa harta nonlikuid, seperti aset yang masih berupa rumah, bangunan, Surat Berharga Negara (SBN), atau deposito. Semua aset ini butuh proses administrasi yang cukup rumit di negara asal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement