REPUBLIKA.CO.ID, EDINBURGH -- Pemerintah Skotlandia telah secara resmi mengajukan referendum kemerdekaan kedua kepada Perdana Menteri Inggris Theresa May. Hal itu dilakukan setelah munculnya krisis yang dipicu oleh pemungutan suara Brexit.
Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon menulis pengajuan itu dalam surat yang ditujukan kepada May pada Jumat (31/3). Surat ditulis dua hari setelah Inggris mengeluarkan Pasal 50 Perjanjian Lisbon yang memulai penarikan resmi Inggris dari Uni Eropa.
Sturgeon meminta agar referendum kemerdekaan kedua dapat dilakukan di akhir 2018 atau awal 2019. Ia ingin referendum diselenggarakan setelah adanya kejelasan keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
"Orang-orang Skotlandia harus memiliki hak untuk memilih masa depannya sendiri dan hak untuk menentukan nasibnya sendiri," kata Sturgeon, dalam surat itu, dikutip Aljazirah.
Menurutnya, masukan dari delegasi Skotlandia sebagian besar telah diabaikan. Sturgeon menuturkan, bahwa semua upaya kompromi telah ditolak dalam banyak kesempatan tanpa adanya konsultasi terlebih dahulu. "Karena itu saya menulis ini untuk memulai diskusi awal antara pemerintah kita untuk menyetujui bab 30 dari Skotlandia Act 1998 yang memungkinkan referendum untuk disahkan oleh parlemen Skotlandia," tambahnya.
Seorang juru bicara Mei mengatakan, pemerintah Inggris akan menanggapi permintaan Skotlandia dengan segera. Namun, ia mengesampingkan diskusi mengenai referendum kemerdekaan kedua. "Pada titik ini, semua fokus kami adalah untuk melakukan negosiasi dengan Uni Eropa, dan memastikan kami mendapatkan kesepakatan yang tepat untuk seluruh rakyat Inggris," kata juru bicara itu.
Referendum Brexit pada 23 Juni 2016 yang menentukan masa depan Inggris, telah dipertanyakan setelah Inggris dan Wales memutuskan untuk meninggalkan Uni Eropa, sementara Skotlandia dan Irlandia Utara memutuskan untuk tetap tinggal.
Sebanyak 51,9 persen pemilih atau sebanyak 17,4 juta orang memilih untuk meninggalkan Uni Eropa. Sedangkan 48,1 persen atau sebanyak 16,1 juta orang memilih untuk tetap tinggal. Sebanyak 62 persen penduduk Skotlandia memilih agar Inggris tetap berada di Uni Eropa.
Pada Selasa (28/3), parlemen Skotlandia telah menggelar pemungutan suara untuk melaksanakan referendum kedua. Namun, pemerintah Inggris di Westminster harus memberikan persetujuan sebelum jajak pendapat tersebut dapat diselenggarakan. May sebelumnya telah mengatakan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan referendum lain. Inggris baru saja memulai proses pelepasan yang kompleks dengan 27 mitranya di Uni Eropa.
Sturgeon telah mengindikasikan bahwa dia akan mengambil langkah yang tidak ditentukan untuk mengadakan referendum kedua, mengingat kegagalan di referendum pertama. Warga Skotlandia telah menolak kemerdekaan dalam referendum yang diselenggarakan pada 2014 lalu.
Sebanyak 55 persen dari pemilih Skotlandia memilih untuk tetap berada di Inggris. Meski demikian, energi politik Skotlandia dan dukungan untuk Partai Nasional Skotlandia telah semakin melonjak sejak saat itu.