REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat Habiburokhman mendaftarkan resume uji materiil pasal 87 dan 110 ayat (1) KUHP tentang percobaan permufakatan makar ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (3/4). Menurutnya, Pasal 87 KUHP dan Pasal 110 KUHP tidak logis karena menyamakan percobaan dan permufakatan jahat makar dengan makar itu sendiri.
Habiburokhman menilai, akibatnya orang yang mengkritisi pemerintah rentan sekali dijerat secara hukum dengan kedua pasal tersebut secara bersamaan dan dituduh melakukan percobaan makar. Bahkan ancaman hukumannya sama dengan tindak pidana utama makar.
Ia menilai Pasal 87 110 KUHP berpotensi melanggar hak konstitusi seluruh warga negara Indonesia lainnya dan sekaligus karena bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 soal hak mendapatkan kepastian hukum dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 soal perlindungan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
"Dalam petitum (tuntutan yang dimohonkan penggugat agar diputuskan oleh hakim), saya menuntut agar MK menyatakan pasal percobaan permufakatan makar bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Habiburrokhman di Gedung MK, Senin (3/4).
Selain itu, ia juga mencantumkan permohonan putusan sela agar penegak hukum melakukan moratorium penggunaan pasal percobaan permufakatan makar sampai dengan adanya keputusan final dari Mahkamah Konstitusi.
Habiburokhman juga berharap agar jangan ada penangkapan dan penahahan terhadap warga negara Indonesia hanya karena melakukan rapat-rapat dan mengeluarkan pendapat yang mengkritisi pemerintah. Ia menambahkan, jangan sampai ada kriminalisasi terhadap sikap kritis.
"Semua pihak termasuk penyelenggara negara dan aparat keamanan harus berkomitmen menjaga demokrasi dan kebebasan menyampaikan pendapat yang susah payah kita raih sejak reformasi 1998," ujarnya.
Adapun Materiil Pasal 87 berbunyi, dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53.
Sedangkan Pasal 110 KUHP berbunyi, Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut pasal 104, 106, 107, dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.