REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aparat kepolisian menangkap Sekjen Forum Umat Islam (FUI) KH Muhammad al-Khaththath atas dugaan makar. Pembina GNPF MUI KH Abdur Rosyid Abdullah Syafi'i menilai, tuduhan makar jelas mengada-ada dan penahanan terhadap ulama bentuk kezaliman.
"Kasus penangkapan dan penahanan terhadap KH Muhammad Khaththath selaku pimpinan aksi 313 sekaligus Sekjen FUI dengan tuduhan makar merupakan bentuk penggunaan hukum sebagai instrumen of Power yang sama sekali tidak berkeadilan," kata KH Rosyid saat Konferensi Pers "Bebaskan KH Muhammad al-Khaththath" di Islamic Center AQL, Senin (3/4).
Ia menerangkan, baik secara substantif maupun secara formal, aksi 313 merupakan hak warga negara yang dijamin konstitusi dan UU di Negara Indonesia. Aksi 313 bukan upaya pemufakatan untuk melakukan makar atau menggulingkan pemerintah.
Menurutnya, aksi 313 juga juga tidak melanggar UU apa pun. Justru aksi 313 digelar untuk meminta kepada pemerintahan yang sah agar pemerintah menegakkan hukum terhadap terhadap terdakwa kasus penistaan agama. "Aksi 313 untuk meminta agar pejabat publik di negara ini patuh terhadap hukum dan terikat kepada hukum, bukan berada di atas hukum," ujarnya.
Ia menegaskan, aksi 313 digelar untuk meminta agar seorang terdakwa tidak menjabat sebagai pejabat publik. Sebab, tidak dibenarkan menurut hukum yang berlaku di negeri ini yaitu UU tentang Pemerintahan Daerah.
Baca juga, Polisi Klaim Punya Bukti Tindakan Makar Sekjen FUI.
Oleh sebab itu, para habaib, alim ulama, pimpinan ormas, dan aktivis Islam meminta agar KH Khaththath bersama empat orang tahanan lainnya dibebaskan dari tahanan.
Hak-hak dasar mereka sebagai warga negara diminta tidak dikurangi atau dihalangi. Seperti hak menjalankan ibadah, hak dikunjungi keluarga dan hak konsultasi hukum tidak boleh dihalangi dan dikurangi.