Senin 03 Apr 2017 15:50 WIB

Tuduhan Makar Dinilai Mengada-ada dan Bentuk Kezaliman

Rep: Fuji E Permana/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Umum Parmusi Ustaz Usamah (Kiri), Tim Pengacara Ustaz Michdan, Pembina GNPF MUI KH Abdur Rosyid dan Tim Advokasi GNPF MUI Kapitra Ampera (Kanan) bersama perwakilan ormas Islam lainnya menggelar Konferensi Pers Bebaskan KH Muhammad Khaththath di Islamic Center AQL, Senin (3/4).
Foto: Republika/Fuji EP
Ketua Umum Parmusi Ustaz Usamah (Kiri), Tim Pengacara Ustaz Michdan, Pembina GNPF MUI KH Abdur Rosyid dan Tim Advokasi GNPF MUI Kapitra Ampera (Kanan) bersama perwakilan ormas Islam lainnya menggelar Konferensi Pers Bebaskan KH Muhammad Khaththath di Islamic Center AQL, Senin (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aparat kepolisian menangkap Sekjen Forum Umat Islam (FUI) KH Muhammad al-Khaththath atas dugaan makar. Pembina GNPF MUI KH Abdur Rosyid Abdullah Syafi'i menilai, tuduhan makar jelas mengada-ada dan penahanan terhadap ulama bentuk kezaliman.

"Kasus penangkapan dan penahanan terhadap KH Muhammad Khaththath selaku pimpinan aksi 313 sekaligus Sekjen FUI dengan tuduhan makar merupakan bentuk penggunaan hukum sebagai instrumen of Power yang sama sekali tidak berkeadilan," kata KH Rosyid saat Konferensi Pers "Bebaskan KH Muhammad al-Khaththath" di Islamic Center AQL, Senin (3/4).

Ia menerangkan, baik secara substantif maupun secara formal, aksi 313 merupakan hak warga negara yang dijamin konstitusi dan UU di Negara Indonesia. Aksi 313 bukan upaya pemufakatan untuk melakukan makar atau menggulingkan pemerintah.

Menurutnya, aksi 313 juga juga tidak melanggar UU apa pun. Justru aksi 313 digelar untuk meminta kepada pemerintahan yang sah agar pemerintah menegakkan hukum terhadap terhadap terdakwa kasus penistaan agama. "Aksi 313 untuk meminta agar pejabat publik di negara ini patuh terhadap hukum dan terikat kepada hukum, bukan berada di atas hukum," ujarnya.