REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta mengizinkan kampanye negatif dilakukan oleh masing-masing kubu kandidat dalam pilkada. Meski demikian, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai, kedua pihak disarankan menghindarinya.
Pengamat politik Zainal Budiono menyampaikan, silang pendapat antara anggota KPUD dan Bawaslu DKI Jakarta terkait boleh tidaknya kampanye negatif sebenarnya tidak perlu terjadi. Menurut dia, kedua lembaga penyelenggara pemilihan tersebut seharusnya satu suara di lapangan, kompak, dan profesional dalam menjalankan pilkada serentak.
"Mereka juga tidak perlu berdebat mengenai tafsir UU (aturan main) dan sebagainya, karena pasti sudah hafal luar kepala," kata Zainal pada Republika.co.id Senin (3/4). Lain halnya jika masyarakat yang berdebat. Hal ini masih bisa dimaklumi.
Kalaupun antarindividu di KPU dan Bawaslu ada perbedaan tafsir, kata dia, bisa didiskusikan di antara mereka, antarorganisasi, dan tidak perlu keluar ke publik. Menurut Zainal, kampanye negatif sebenarnya sudah ada dasar hukumnya. Sehingga, KPU dan Bawaslu diminta tidak keluar dengan pandangan berbeda.
Pasal 69 UU Nomor 10 Tahun 2016 sudah jelas menerangkan hal-hal yang dilarang dalam kampanye. Di antaranya mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, calon wakil bupati, calon wali kota, calon wakil wali kota, dan atau partai politik. Selain itu juga dilarang kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan atau kelompok masyarakat.
(Baca Juga: Kampanye Negatif Baik untuk Masyarakat)