Senin 03 Apr 2017 17:14 WIB

Menata Nilai Masyarakat Religius Ala Kota Santri

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Warga menyaksikan kirab santri. Kirab tersebut diikuti 7.000-an santri dari 100 pondok pesantren di  Kota Tasikmalaya (Ilustrasi)
Foto: Antara/Adeng Bustomi
Warga menyaksikan kirab santri. Kirab tersebut diikuti 7.000-an santri dari 100 pondok pesantren di Kota Tasikmalaya (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Memegang julukan 'Kota Santri', Tasikmalaya berbenah diri. Salah satu upanyanya adalah penerbitan Peraturan Daerah (Perda) tata nilai yang bertujuan membangun mental masyarakat religius.

Dalam Perda nomor 7 yang terbit tahun 2014 itu, mengatur sepuluh prinsip dasar tata nilai contohnya kewajiban menjalankan ajaran agama masing-masing. Sekaligus, menjaga kerugukuna hidup antar umat beragama, pengutamaan prinsip ekonomi syariah dalam kegiatan perekonomian atau kewajiban berpakaian sopan. Secara khusus, perda ini juga mengatur kehidupan beragama di lingkungan kerja seperti kewajiban menyediakan sarana ibadah dan hak beribadah bagi karyawan.

Kepala Kesatuan Kebangsaan dan Politik Kota Tasikmalaya Deni Diyana mengatakan, bukan hal mudah dalam merealisasikan Perda tersebut. Sebab, mulanya Pemkot Tasik sudah mempunyai Perda Syariat Islam nomor 12 tahun 2009. Perda itu sempat berjalan selama selama tiga tiga tahun. Namun, Perda itu, justru cenderung dianggap hanya memihak salah satu agama oleh Kemendagri.

"Perda itu dianulir oleh Kemendagri karena dianggap Perda ekslusif atau diskriminiasi. Sempat jalan Perdanya tiga tahun, sampai diubah 2014. Jadi jalan tiga tahun dan dua tahun lagi proses revisi," katanya pada Republika.co.id, Senin (3/4).

Atas keinginan mempunyai legal standing terhadap tata nilai, Pemkot Tasik berupaya menggagas Perda baru agar tak lagi dianggap diskriminatif. Perumusan Perda hasil revisi inilah yang kelak dinamakan Perda tata nilai dilakukan oleh berbagai tokoh agama. Hasilnya, para pemuka agama sepakat menetapkan bahwa tata nilai kehidupan bermasyarakat mesti berpedoman pada prinsip agama.

"Jadi terbit perda tata nilai kehidupan masyarakat yang religius sehingga tidak cerminkan Perda yang mengatur tentang Islam saja, tapi atur tata nilai kehidupan yang religius semua agama agar berperilaku religius sesuai agamanya masing-masing," ujarnya.

Dia menilai, keberadaan Perda tata nilai, saat ini, terbilang lebih universal. Sebab, nilai-nilai kehidupan bermasyarakat yang dicantumkan terbilang ada di semua agama, misalnya menjaga kerukunan atau saling menghormati.

Di sisi lain, dalam hal penerapan sanksi, dia mengakui, memang tak ada yang bersifat perorangan. Sanksi lebih menitikberatkan pada perusahaan yang tak menjalankan Perda misalnya melarang karyawan beribadah atau memaksa karyawan mengenakan atribut agama tertentu.

Selain itu, Perda juga mewajibkan hotel memberi kemudahan akses beribadah pada tamu dengan menyediakan perlengkapan ibadah dan arah kiblat bagi Muslim.  Adapun tingkatan sanski dapat dibagi menjadi empat yaitu teguran, peringatan tertulis, penghentian kegiatan dan pencabutan izin.

Wali Kota Tasik Budi Budiman mengatakan, semangat Pemda dalam pembangunan tata nilai diharapkan menjadi pembeda dengan daerah lain. Lewat Perda ini, sambungnya, Tasik ingin menunjukan kerukunan umat beragama.

"Spirit Perda membangun tata nilai diantaranya toleransi tidak memilih kelompok ekslusif, tapi mengedepankan nilai toleransi dalam kehidupan. Pada setiap pemuluk agama laksanakan sesuai agamanya masing-masing maka tak akan terjadi konflik, jadinya kebersamaan," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement