Senin 03 Apr 2017 17:18 WIB

BNPB Gunakan Drone Pantau Luas Wilayah Longsor Ponorogo

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Bayu Hermawan
Tim SAR gabungan membawa jenazah korban yang tertimbun longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, Senin (3/4).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Tim SAR gabungan membawa jenazah korban yang tertimbun longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, Senin (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengoperasikan pesawat tanpa awak (drone) memetakan luasnya landaan longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

"BNPB dan BIG (Badan Informasi Geospasial) dan Badan Geologi menerbangkan drone untuk memetakan daerah longsoran guna membantu kaji cepat operasi tanggap darurat," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (3/4).

Sutopo menjelaskan, hasil pemetaan akan dimanfaatkan untuk menjelaskan detil luas dan dampak longsoran. Selain itu, ia mengatakan, tim juga memanfaatkan pesawat tanpa awak untuk memantau daerah-daerah lain yang berpotensi mengalami longsor susulan.

Berdasarkan hasil pemetaan sementara, Sutopo menyebut, jenis longsor di Ponorogo adalah longsor translasi. Yaitu, longsor yang disebabkan adanya pergerakan massa tanah dan bebatuan yang terdapat di bidang gelincir berbentuk rata.

Retakan di perbukitan yang terbentuk sejak 11 Maret lalu, terus melebar sehingga terjadi longsor pada 1 April. Material longsoran dari mahkota meluncur menghantam dinding bukit di depannya.

Selain itu, tim gabungan menemukan adanya perbedaan morfologi yang menyebabkan material longsor berbelok ke arah kiri meluncur dan menerjang permukiman mengikuti lereng.

Jarak antara mahkota longsor dengan titik terakhir landaan, sekitar dua kilometer. Lebar landaan sekitar 200 meter dan tebal longsoran 20 meter. Inilah salah satu yang menyebabkan sulitnya pencarian korban tertimbun longsor.

Sutopo menyebut, lebih dari 1.500 personil tim sar gabungan dikerahkan untuk mencari korban. Operasi pencarian dilakukan dengan membagi tiga sektor, yaitu sektor A untuk kedalaman timbunan longsor 17-20 meter dikoordinir oleh Basarnas, sektor B oleh TNI, dan sektor C oleh Polri.

Sutopo menjelaskan, pesawat tanpa awak salah stau alat yang efektif memenuhi kebutuhan untuk mendapat hasil kajian yang cepat dan efektif. Pesawat tanpa awak menawarkan kemampuan dalam menjangkau daerah tertentu. Serta, kemampuan mengambil gambar dari ketinggian tertentu.

Sebuah studi yang dilakukan Palang Merah Amerika menyebutkan, pesawat tanpa awak adalah salah satu teknologi baru yang paling menjanjikan dan ampuh untuk meningkatkan respon bencana.

Gambar dan video yang dihasilkan dari pesawat tanpa awak menjadi sumber informasi yang penting bagi pemerintah selaku pemegang keputusan. pun hasil pemetaan itu dapat menjadi informasi, edukasi, dan kesiapsiagaan masyarakat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement