Senin 03 Apr 2017 17:23 WIB

Sidang Kode Etik, Ketua KPU DKI Tegaskan tidak Dukung Anies-Sandi

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta, Sumarno saat memberikan keterangan pada sidang kode etik penyelenggara Pemilu di komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (30/3).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta, Sumarno saat memberikan keterangan pada sidang kode etik penyelenggara Pemilu di komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta Sumarno mengatakan, pertemuan antara dirinya dengan calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut tiga, Anies Baswedan saat pemungutan suara ulang di TPS 29 Kalibata terjadi secara kebetulan. Menurutnya, bila saat itu yang hadir adalah calon gubernur atau calon wakil gubernur lainnya, dirinya juga akan melakukan hal yang sama.

Pernyataan ini, ia sampaikan kepada Majelis Hakim Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam sidang kode etik yang digelar DKPP di Gedung Nusantara IV, Kompleks DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Senin (3/4).

"Memang benar saya bertemu dengan Anies, tetapi pertemuan itu harus dipahami itu terjadi kebetulan dalam kapasitas saya sebagai Ketua KPU DKI harus melakukan menitoring PSU yang direkomendasikan Bawaslu DKI Jakarta," kata Sumarno dalam sidang kode etik yang digelar DKPP di Gedung Nusantara IV, Kompleks DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Senin (3/4).

Dalam sidang kode etik tersebut, Sumarno menegaskan pertemuannya dengan Anies tidak akan memengaruhi netralitasnya sebagai penyelenggara pemilu.

"Kalau kemudian pertemuan semacam itu dikategorikan saya berpihak dan tidak netral, saya serahkan sepenuhnya kepada majelis," ujar Sumarno kepada para komisioner DKPP.

Sementara itu, pengadu dari Forum Alumni HMI Lintas Generasi, Ade Setyawan, mengatakan, seharusnya saat bertemu Anies, Sumarno mengusir Anies karena hadir dalam pemungutan suara ulang tersebut.

Hal tersebut berdasarkan Pasal 14 huruf c Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

"Teradu (Sumarno) seharusnya mengusir Anies dari TPS dan bukan malah beramah tamah, ngobrol. Sungguh sangat tidak elok," ujar Ade.

Sesuai peraturan, sambung Ade,  tidak perkenankan ada alat peraga kampanye apa pun di TPS. Dengan demikian, kehadiran calon gubernur atau calon wakil gubernur di TPS saat PSU tidak benar. Sebab, kehadiran mereka dapat memengaruhi pemilih.

"Kehadiran Anies dapat memengaruhi psikologis pemilih meskipun tidak ada ajakan. Calon terlihat mesra dan akrab dengan penyelenggara pemilu berpeluang terjadinya konflik kepentingan," kata Ade.

Konflik kepentingan, lanjut Ade, juga tertulis dalam Pasal 10 huruf a dan c Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP, tersebut. Dalam pasal 10 huruf a tertulis penyelenggara pemilu berkewajiban bertindak netral dan tidak memihak terhadap partai politik tertentu, calon, peserta pemilu, dan media massa tertentu.

Sementara Pasal 10 huruf c menyebutkan, penyelenggara pemilu berkewajiban menolak segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan tugas dan menghindari intervensi pihak lain.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement