Selasa 04 Apr 2017 12:38 WIB

Pengamat: Terpilihnya OSO Jadi Pelanggaran Terhadap Putusan MA

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Pakar hukum tata negara, Irman Putrasidin.
Foto: Republika/Wihdan H
Pakar hukum tata negara, Irman Putrasidin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Irman Putra Sidin, menyayangkan terpilihnya Osman Sapta Odang (OSO) sebagai ketua DPD RI yang baru. Menurut dia, terpilihnya OSO sebagai ketua adalah pelanggaran dari putusan Mahkamah Agung (MA).

Hal ini karena OSO saat ini juga merupakan ketua umum (ketum) partai politik (parpol) Hanura. Menurut dia, hal ini yang bertentangan ketika ketua umum parpol juga menjabat ketua DPD RI yang mewakili daerah dan non parpol.

"Ketum parpol jadi Ketua DPD RI bertentangan dengan substansi putusan MA," kata Irman kepada Republika.co.id, Selasa (4/4).

Irman memaparkan, kutipan pertimbangan Putusan MA No. 20P/HUM/2017 tersebut. "Bahwa pada hakikatnya pengabdian setiap negarawan, termasuk anggota DPD, pada tingkat tertinggi adalah kepada bangsa dan negara. Anggota DPD yang terpilih menjadi pimpinan DPD, memimpin lembaga yang tugas utamanya adalah menyerap dan mengartikulasikan aspirasi daerah, sehingga dengan jabatan tersebut saluran aspirasi dari daerah dapat terwakili dalam proses pengambilan keputusan nasional."

"Namun demikian, tidak seperti MPR/DPR, DPD tidak dicalonkan melalui Partai Politik. Oleh sebab itu, tidak terdapat pengelompokan kekuatan politik didalamnya. Menjadi pimpinan lembaga bukanlah untuk mewakili kelompok tertentu, melainkan untuk institusi DPD itu sendiri, sehingga tidak sepatutnya apabila jabatan pimpinan DPD tersebut dipergilirkan yang dapat menimbulkan kesan berbagi kekuasaan."

Kutipan putusan MA ini, menurut dia, sangat jelas pimpinan DPD RI bukanlah mewakili kelompok tertentu apalagi salah satu parpol. Karena itu ia menilai terpilihnya Oso merupakan pelanggaran dari putusan MA itu sendiri.

"Meski ia mundur sebagai ketua parpol, tetap tidak sah," ujarnya. Maka, dengan kata lain, menurut dia, pimpinan DPD RI yang sah adalah GKR Hemas dan Farouk hingga 2019.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement