REPUBLIKA.CO.ID, ST PETERSBURG -- Pelaku pengeboman di stasiun bawah tanah St Petersburg, Rusia diidentifikasi bernama Akbarzhon Jalilov (23 tahun).
Menurut layanan keamanan Kyrgyzstan, Jalilov merupakan penduduk asli Kyrgyzstan yang telah memperoleh kewarganegaraan Rusia. Kyrgyzstan adalah negara mayoritas Muslim yang bersekutu dengan Rusia.
Jalilov yang melakukan aksi bom bunuh diri ini diketahui lahir di Osh pada 1995. Kantor berita Interfax melaporkan, pria tersebut dikenal memiliki hubungan dengan kelompok Islam radikal.
Jalilov tewas dalam ledakan dan telah diidentifikasi melalui jenazahnya. Juru bicara presiden Rusia, Dmitry Peskov belum memberikan komentar terkait pelaku pengeboman.
Ledakan bom yang terjadi pada Senin (3/4) tersebut telah menewaskan sedikitnya 11 orang dan melukai 45 lainnya. Laporan awal menyebutkan ada dua ledakan, masing-masing satu di stasiun bawah tanah Sennaya Ploshchad dan di stasiun bawah tanah Tekhnologichesky Institut.
Namun Komite Nasional Antiteroris Rusia kemudian menegaskan hanya ada satu ledakan di antara dua stasiun itu. Ledakan terdengar sekitar pukul 14.30 waktu setempat.
Menteri Kesehatan Rusia Veronika Skvortsova mengatakan tujuh orang tewas di lokasi kejadian. Satu korban tewas di dalam ambulan dan tiga korban lainnya meninggal dunia di rumah sakit.
Kepala Komite Nasional Antiteroris, Andrei Przhezdomsky mengatakan ledakan itu berasal dari alat peledak yang tak dikenal. Komite juga menemukan alat peledak di stasiun llain yaitu stasiun Ploshchad Vosstaniya, yang menunjukkan serangan teror telah terkoordinasi dengan baik.
Peneliti senior Rusia, Svetlana Petrenko mengatakan keputusan masinis untuk melanjutkan jalannya kereta ke stasiun berikutnya telah membantu menyelamatkan banyak nyawa. Hal itu memungkinkan orang untuk bisa diselamatkan dengan cepat.
Stasiun bawah tanah St Petersburg biasa digunakan oleh lebih dari dua juta penumpang setiap hari. Stasiun ini sebelumnya belum pernah mendapatkan serangan teror.