REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Parlimentary Center (IPC) menilai, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI telah menunjukan sikap-sikap arogan saat terlibat kericuhan ketika sidang paripurna pada Senin (3/4) kemarin.
"Saya rasa adanya sikap-sikap arogan seperti ini akan menjadikan antipati masyarakat terhadap DPD lebih besar lagi," kata Peneliti dari IPC, Ahmad Nurcholis kepada Republika.co.id saat menyampaikan Tritura Pembenahan Parlemen Indonesia di Gedung PP Muhammadiyah, Selasa (4/4).
Nurcholis mengatakan, sikap-sikap DPD jika seperti ini akan berbahaya bagi perjalanan demokrasi Indonesia kedepannya. Sebab lembaga tinggi negara yang merepresentasikan aspirasi masyarakat ternyata dalam perjalanannya tidak bisa menghidupkan nilai-nilai demokrasi.
Ia juga menilai, DPD saat ini memiliki wewenang dan fungsi legislasi yang tidak kuat serta tidak jelas. Bahkan kinerja DPD tidak bisa diukur dalam bentuk apapun. Maka antipati masyarakat terhadap DPD akan semakin besar dengan adanya peristiwa kerusuhan di antara anggota DPD.
"Bahkan wacana untuk pembubaran DPD akan menjadi lebih dominan pada akhir-akhir sekarang ini," ujarnya.
Ia menegaskan, seandainya DPD tidak berubah, tetap melakukan sikap-sikap yang anarkis kedepanya dan tidak menghormati putusan Mahkamah Agung (MA). Maka hal ini menjadi penghinaan dan pengkhianatan terhadap ruh dan marwah DPD itu sendiri.
Nurcholis menjelaskan, sebetulnya demokrasi dan sistem yang telah diatur dalam aturan dan tata hukum Indonesia telah dibuat sedemikian rupa. Agar tata manajemen konflik bisa diatur dengan baik. Sehingga adanya konflik kepentingan dalam sistem apapun bisa diminimalisir.
Namun, dikatakan Ahmad, adanya fenomena kerusuhan dan beberapa oknum di DPD yang melakukan sikap-sikap arogan, tentu akan menjadi wacana yang berbahaya. "Jika wakil rakyat saja tidak bisa menjalankan nilai-nilai yang lebih toleran, bagaimana dengan masyarakat kita nantinya," ujarnya