REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Data dan Informasi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan kronologis longsor yang terjadi di Dusun Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo. Menurut Sutopo, retakan bermula sejak 11 Maret 2017 dan puncaknya pada 1 April 2017.
“Pada tanggal 11 Maret 2017, keretakan tanah sudah terjadi kurang lebih 30 sentimeter, kemudian pada tanggal 17 Maret keretakan bertambah menjadi 9 meter. Sejak keretakan sudah 9 meter, masyarakat disosialisasikan, sejak saat ketika hujan masyarakat selalu mengungsi,” ujar Sutopo di Jakarta, Selasa (4/4).
Lalu pada 26 Maret 2017 keretakan bertambah lebar menjadi 15 meter, dan pada 31 Maret retakan menjadi 20 meter. “Di 31 Maret malam, itu terjadi hujan. Masyarakat kemudian mengungsi. Paginya, yaitu Sabtu (1/1) pagi, masyarakat kembali ke rumahnya melakukan aktifitas sehari-hari karena cerah,” katanya.
Sutopo mengatakan, pada Sabtu (1/4) pagi pukul 07.40 terjadi longsor. Menurut Sutopo pada saat terjadi longsor, terdengar suara gemuruh seperti pesawat jet. Sebagian masyarakat berlarian menyelamatkan diri.
“Dari 120 orang terdampak, 100 orang berhasil menyelamatkan diri,” ucap pria yang aktif memberikan informasi seputar bencana di sosial media pribadinya.
Dampak dari longsor tersebut, seluas 12,2 hektar habis tersapu longsor. Panjang landaan longsor dari mahkota (puncak bukit) hingga bagian bawah adalah 1,11 kilometer.
Sebanyak 32 rumah dan 28 jiwa tertimbun longsor. Saat ini tim pencarian korban baru menemukan 3 korban meninggal. Sebanyak 25 orang masih dinyatakan hilang. "Proses pencarian masih dilakukan hingga saat ini," ucapnya.