REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Ali Mukartono, mengatakan, banyak yang harus diteliti oleh tim JPU untuk menyiapkan tuntutan dalam sidang ke-18 Ahok pada Selasa (11/4) mendatang. Ali pun meminta doa masyarakat. “Doakan mudah-mudahan bisa tetapi banyak yang harus kami teliti tetapi ya kami coba menaati jadwal yang diberikan majelis hakim," kata Ali sesuai mengikuti sidang ke-17 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (4/4) malam.
Ia pun belum bisa memastikan unsur-unsur mana saja yang terpenuhi yang akan dibacakan dalam tuntutan kepada Ahok itu. "Besok baru kami bertemu dengan tim berkesimpulan dari dakwaan yang terbukti yang mana, itu besok. Namun, gambaran kasar tuntutannya sudah ada tetapi kesepakatan tim belum ada," ucap Ali.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menetapkan sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan dilanjutkan dengan agenda tuntutan dari JPU pada Selasa (11/4) pekan depan. “Diperintahkan agar Jaksa mulai besok menyicil tuntutannya dan diharapkan tanggal 11 siap dibacakan. Kemudian mulai tanggal 11 karena telah melewati masa pembuktian, kamera boleh masuk boleh live. Nanti akan diatur tempatnya," kata Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto.
Sementara soal persiapan agenda tuntutan pekan depan itu, Ahok menyatakan bahwa hal itu urusan dari tim penasihat hukum. "Kalau dibacakan tuntutan ya kami tinggal duduk dengarkan saja. Ini urusan penasihat hukum," kata Ahok. Ia pun memastikan bahwa agenda nota pembelaan (pledoi) dari tim penasihat hukum akan dimajukan dari 18 April menjadi 17 April 2017.
Dalam perkara ini, Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman lima tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara. Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.