REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara untuk PT Freeport Indonesia (PTFI) bulan Februari lalu. Dengan izin ini Freeport bisa kembali mengekspor konsentrat. Namun, izin ekspor pun dinilai melanggar Undang Undang Pertambangan Mineral dan Batubara atau UU Minerba.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bakhtiar mengatakan pemerintah tidak konsisten dengan mengeluarkan izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk PTFI.
"Ini sudah pasti bukan solusi terbaik, pemerintah melunak, iya. Pemerintah lagi-lagi kalah dengan PTFI dan ini jelas-jelas melanggar undang-undang," kata Bisman Republika.co.id, Rabu (5/4).
PTFI masih memiliki izin Kontrak Karya (KK) hingga 2021. Namun menurut pasal 170 UU Minerba, perusahaan KK ini tidak diizinkan melakukan ekspor jika tidak memiliki smelter. Bisman menilai keluarnya izin IUPK dilakukan sebagai akal-akalan agar PTFI bisa melakukan ekspor konsentrat yang sangat menguntungkan.
Dia menilai pemberian IUPK itu juga akal-akalan pemerintah untuk menghindari Pasal 170. Bisman mengatakan hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. IUPK yang diberikan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 tahun 2017 itu bertentangan dengan IUPK yang dimaksud dalam UU Minerba.
"Jadi IUPK itu hanya kedok untuk menyiasati PTFI sebagai KK yang dilarang ekspor," kata Bisman. Ia mengimbau pemerintah seharusnya konsisten saja dengan UU yang ada. Hingga saat ini masih banyak yang seharusnya dibahas antara pemerintah dengan PTFI, salah satunya tentang smelter. Belum ada titik temu maupun hasil final dari negosiasi ini. "Tapi muncul keputusan menguntungkan PTFI, ini bukti pemerintah tidak berkutik, tidak berdaya," katanya.