REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perjuangan Radeng Adjeng Kartini diangkat ke dalam layar lebar. Tidak mudah untuk mengisahkan pahlawan nasional yang memperjuangkan emansipasi wanita tersebut. Sutradara Hanung Bramantyo mengaku harus membaca banyak literasi untuk meggarap film tersebut.
Hanung mengungkapkan, ada beberapa buku seperti Habis Gelap Terbitlah Terang dan biografi Kartini. Kedua buku tersebut cukup mengilhami dirinya untuk lebih mengenali sosok sang pahlawan itu.
"Juga buku dari Pak Pram (Pramoedya Ananta Toer) berjudul Panggil Aku Kartini Saja dan buku itu yang akhirnya membuat angle film kartini seperti ini," kata Hanung dalam konferensi pers peluncuran film Kartini di Jakarta, Rabu (5/4).
Dia mengaku, mendapat pandangan berbeda setelah menggarap film Kartini berdasarkan literasi yang didapat. Dia mengatakan, Kartini merupakan sosok pejuang tanpa lelah. Lanjutnya, selama berjuang itu pula ternyata Kartini paling banyak mendapat halangan dari orang-orang terdekatnya.
"Jadi ternyata adalah kakak, paman atau keluarga terdekat lainnya, mereka lah yang kerap menjadi penghalang bagi Kartini," katanya.
Perlu waktu sekitar dua tahun bagi Hanung untuk menyelesaikan produksi kisah Kartini. Film yang menghabiskan dana sekitar Rp 12 miliar itu memiliki tiga latar, yakni pendopo depan, interior, dan pendopo belakang. Pendopo depan dan belakang sendiri dibangun di Yogyakarta, sementara interior dibuat di Jakarta.
Sementara, film yang mengangkat kisah perjuangan terkait emansipasi wanita itu akan ditayangkan pada 20 April mendatang oleh Legacy Pictures bekerja sama dengan Screenplay Films. Tak hanya menghadirkan Dian Sastrowardoyo, film itu juga dibintangi Acha Septriasa, Ayushita, Christine Hakim, Deddy Soetomo, Djenar Maesa Ayu, Nova Eliza, Adinia Wirasti, Reza Rahadian, Denny Sumargo, dan lainnya.