REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, negara pecahan Uni Soviet yang tergabung dalam Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS) berada di bawah ancaman serangan teroris.
"Kita tahu bahwa hampir semua negara kita bisa menjadi target potensial bagi teroris," kata Putin, dalam pertemuan dengan kepala keamanan dan intelijen negara-negara CIS, di Moskow, Rabu (5/4). Pertemuan dihadiri oleh Armenia, Azerbaijan, Belarus, Kazakhstan, Kirgizstan, Rusia, Tajikistan, dan Turkmenistan
Pernyataan Putin itu dikeluarkan beberapa hari setelah laporan polisi Rusia menunjukkan, bom di stasiun kereta bawah tanah St Petersburg diledakkan oleh seorang pria kelahiran Kirgistan. Kirgistan merupakan negara pecahan Republik Uni Soviet yang memperoleh kemerdekaan pada 1991.
"Negara kita menghadapi banyak ancaman lain juga, termasuk ancaman kejahatan yang telah terorganisir, perdagangan narkoba, korupsi, dan lainnya yang berusaha mempengaruhi perkembangan politik internal negara kita," kata Putin.
Putin mengingat insiden tragis pada Senin (3/4) di St Petersburg, yang menewaskan sedikitnya 14 orang dan menyebabkan puluhan lainnya luka-luka. Komite Investigasi Rusia menyatakan serangan bom itu sebagai serangan teroris.
Kantor berita Tass melaporkan, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan Rusia akan terus berjuang melawan terorisme meskipun kurangnya kerjasama internasional. Dia juga membantah adanya klaim bahwa Moskow telah menyerukan unjuk rasa nasional anti-terorisme.
"Rusia masih bertekad untuk terus berupaya memerangi terorisme. Kremlin tidak mengatur aksi unjuk rasa," kata Peskov.