Kamis 06 Apr 2017 01:00 WIB

KAI Beri Waktu 4 Hari Warga Manggarai Kosongkan Rumah

Rep: rahma sulistya/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja menyelesaikan proyek double-double track (DDT) Manggarai-Cikarang di kawasan Manggarai, Senin (27/3).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Pekerja menyelesaikan proyek double-double track (DDT) Manggarai-Cikarang di kawasan Manggarai, Senin (27/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT KAI kembali melayangkan surat peringatan kedua kepada warga Manggarai yang tinggal di atas tanah milik KAI untuk mengosongkan rumahnya. Warga diberi kesempatan hingga Ahad (9/4) untuk meninggalkan rumah, namun bila warga tidak bersedia juga, pihaknya akan mengosongkan paksa.

11 Bangunan di Manggarai Berdiri di Tanah PT KAI Segera Ditertibkan

Ketua RW 12, Katimin, menjelaskan surat peringatan ketiga dari PT KAI baru saja ia terima pada, Rabu (5/4) pagi. "Rencananya akan saya berikan ke warga nanti malam. Karena kalau siang masih ada yang kerja. Itupun saya lakukan secara pelan-pelan agar warga tidak emosi," kata dia saat ditemui di Kantor Sekretariat RW 12, Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.

Surat peringatan pertama, kata Katimin, pernah diberikan oleh PT KAI langsung tanpa melalui pihak RW. Akibatnya warga mengamuk dengan sang pengantar surat, yang tidak mengetahui duduk permasalahannya. Untuk itu, Katimin mengajak PT KAI untuk bekerja sama memberikan pemberitahuan pada warga secara baik-baik.

"Lebih baik diberikan pada saya saja dulu. Agar warga bisa saya tenangkan. Kan enak juga kalau PT KAI berkoordinasi dulu dengan saya, baru nanti saya yang memberitahukan pada warga," ujar dia.

Katimin selaku pemimpin lingkungan, menjelaskan kondisi tempat tinggalnya itu pada 1950. Saat itu, semua tanah kosong dan masih hutan-hutan. Jadi memang tidak ada pemiliknya. Lalu kemudian ada pendatang, mereka membutuhkan tempat tinggal, akhirnya mereka membangun rumah-rumah di wilayah ini.

"Susah juga. Disana mengaku tanahnya, disini mengaku tanah tidak ada pemiliknya. Dan memang, dulu itu disini tanah kosong saja tidak ada yg menyatakan sebagai pemilik," kata Katimin.

Namun pada 1980-an, PT KAI yang pada saat itu masih bernama PJKA, dikatakan dia, mulai mengakui tanah tersebut adalah tanah milik pemerintah. Dan PJKA termasuk perusahaan pemerintah. Pada saat itu, Katimin tidak mengetahui persis bagaimana perjanjian-perjanjian yang dilakukan oleh orang terdahulu dengan PT KAI.

Selain itu, warga RT 01/12, Nurul, rumahnya masih dalam kondisi tidak jelas arah tujuannya. Ia masih belum menerima kompensasi apa-apa dan belum dapat peringatan apa-apa tentang penggusuran rumahnya. Perempuan yang sudah tinggal di tempat itu hampir lebih 40 tahun, mengaku bingung akan kemana jika rumahnya akan digusur.

"Saya tidak tahu mau kemana, karena kehidupan kami ya disini. Kami kerja disini. Dan dana yang katanya akan diganti sebagai biaya pembangunan, tidak sesuai dengan yang sudah saya keluarkan," ujar dia.

Ibu kandung Nurul terdahulu, memang tidak mengatakan tanah itu milik siapa. Tetapi yang ia ketahui hanya, tanah dan bangunan itu sudah ada serta ada sertifikatnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement