REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuduh Presiden Suriah Bashar al Assad melampaui garis batas merah. Hal ini sehubungan dengan tuduhan terhadap Assad yang menembakkan gas beracun ke pemukiman warga sipil yang dikuasai pemberontak di Khan Shaykhun, Suriah utara, Selasa (4/4).
Trump menilai serangan gas beracun yang menewaskan lebih dari 70 warga sipil itu kelewat batas. Dia mengisyaratkan akan melakukan ancaman pendahulunya, Barack Obama, untuk menggulingkan Assad dengan serangan udara jika ia menggunakan senjata tersebut.
Tuduhan Trump ini bertentangan dengan Moskow yang membela Assad dan menyatakan Assad tak bersalah dalam serangan gas beracun tersebut. "Saya akan memberi tahu Anda, kejadian kemarin tidak dapat saya terima. Dan itu sudah terjadi, bahwa sikap saya terhadap Suriah dan Assad telah berubah sangat banyak," ujar Trump dikutip China Daily, Kamis (6/4).
Meskipun sebelumnya Trump hanya mengatakan "lihat saja nanti," ketika ditanya apakah akan membuat kebijakan baru terhadap Suriah. Komentar Trump itu muncul setelah beberapa hari sebelumnya ia mengatakan tidak lagi fokus untuk menggulingkan kekuasaan Assad.
Komentar terbarunya ini mungkin akan membuat Gedung Putih dan Kremlin berselisih setelah sebelumnya hubungan keduanya mulai menghangat. Trump tidak menyebutkan Rusia dalam komentarnya pada konferensi pers Rabu (5/4), tetapi Menteri Luar Negeri Rex Tillerson mengatakan sudah waktunya bagi Rusia untuk berpikir hati-hati tentang dukungannya kepada Assad.
Para pejabat AS pun menolak pernyataan Rusia yang menuduh pemberontak Suriah yang harus disalahkan atas serangan itu. Sementara Wakil Trump, Mike Pence, belum mengungkapkan secara jelas apakah AS akan benar-benar menggulingkan Assad. Hal itu terlihat saat diwawancara oleh Fox News, yang mengatakan, "biarkan ini menjadi jelas dulu, semua opsi ada."
Para pejabat intelijen AS memprediksi pesawat Suriah menembakkan gas syaraf sarin ke kota Khan Syaikhun pada Selasa (4/4) pagi itu. Namun pejabat senior Departemen Luar Negeri mengatakan AS belum memastikan apakah yang digunakan adalah gas sarin.
Insiden ini muncul kembali setelah tahun 2013 Suriah juga pernah menembakkan gas sarin ke pemukiman warga sipil. Pada saat itu Obama mengancam akan menggulingkan Assad dengan melakukan serangan udara.
Namun pada akhirnya Obama mengurungkan ancamannya karena Assad sepakat untuk menyerahkan senjata kimianya kepada OPCW, yang kesepakatannya ditengahi oleh Moskow. Kebijakan Obama itulah yang dianggap lemah oleh Trump.