REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD RI korban penganiayaan saat sidang paripuna DPD Senin (3/4) lalu, Muhammad Afnan Hadikusumo menilai, pemilihan pimpinan DPD RI yang baru, termasuk terpilihnya Osman Sapta Odang (OSO) sebagai Ketua DPD merupakan ilegal.
"Penggantian DPD menurut saya ilegal karena tidak menatati keputusan MA, dan tidak melalui prosedur yang benar sesuai aturan yang berlaku, di tatib (tata tertib) yakni hanya memilih calon pimpinan dari wilayah barat saja," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (6/4).
Afnan mengungkapkan, sejak awal ia tidak setuju dengan konsep tatib yang berlaku surut (retroaktif). Karena peraturan yang retroaktif itu tidak lazim digunakan di Indonesia kecuali Undang-Undang (UU) Terorisme dan UU pelanggaran HAM Berat.
Sehingga pada waktu tatib disahkan saya membuat catatan penting keberatan (minderheidsnota) atas keputusan tersebut. Catatan itu kemudian dilampirkan dalam pengajuan judicial review ke Mahkamah Agung oleh beberapa Anggota DPD RI.
"Dan benar saja judicial review diterima dan pimpinan DPD diperintahkan untuk mencabut tatib Nomor 1 Tahun 2017," katanya.
Oleh karena itu, ia menegaskan, pelantikan pimpinan DPD yang diketuai oleh OSO Selasa (4/4) lalu. Afnan merupakan salah satu dari banyak anggota DPD RI yang menolak pelantikan pimpinan DPD RI yang baru yang diketuai OSO.
Ia merupakan anggota DPD RI yang menjadi korban penganiayaan saat kericuhan di sidang paripurna DPD RI. Afnan mengalami luka setelah beberapa oknum anggota DPD menganiaya dirinya ditarik secara paksa hingga terjatuh dari podium. Ia pun melaporkan dua anggota DPD Benny Ramdhani dan Delis Julkarson Hehi ke Polda Metro Jaya.