REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi mengatakan, pengambilan sumpah oleh MA terhadap ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih, Oesman Sapta Odang (OSO), didasarkan pada undangan yang diterima lembaga peradilan tertinggi tersebut.
Suhardi menjelaskan, MA hanya fokus pada undangan yang datang dari DPD. Karena undangan tersebut sudah diterima MA, menurut Suhadi, tentu menjadi kewajiban bagi MA untuk menuntun penyumpahan ketua DPD terpilih. MA, ia menegaskan tidak berwenang untuk menilai apa yang terjadi di dalam internal DPD.
"Yang jelas, ada permohonan secara resmi untuk menuntun sumpah pimpinan itu, satu ketua dan dua wakil. Bagaimana prosesnya, bukan urusan MA," katanya di kantor MA, Jakarta Pusat, Kamis (6/4).
Suhadi juga menyatakan, terpilihnya OSO menjadi ketua DPD, mengacu pada peraturan DPD Nomor 3 Tahun 2017. Peraturan Nomor 3 Tahun 2017 ini menggantikan peraturan tentang tatib Nomor 1 tahun 2017. Peraturan ini ditetapkan dalam rapat paripurna DPD yang digelar pada 3 hingga 4 April kemarin. Seperti diketahui, penetapan
Namun, seperti diketahui, kehadiran anggota dalam rapat paripurna tersebut tidak mencapai kuorum karena hanya sepertiganya yang menghadiri rapat. Penetapan tatib baru tersebut semestinya dianggap sah jika sudah memenuhi 50 persen dari jumlah anggota.
Menanggapi hal itu, Suhadi mengatakan, persoalan tersebut bukan urusan MA. Persoalan tersebut adalah urusan internal DPD. Selama ada undangan untuk pengambilan sumpah ketua DPD terpilih, MA siap melakukannya.
Sebelumnya, terpilihnya OSO menjadi ketua DPD menuai polemik. Sebab, penyumpahan terhadap OSO ini dianggap melanggar putusan MA atas uji materi terhadap peraturan DPD nomor 1 tahun 2016 dan peraturan DPD nomor 1 tahun 2017.
Pasal 43 dalam peraturan Nomor 1 Tahun 2016 mengatur masa jabatan pimpinan DPD selama dua tahun enam bulan. Sementara, dalam pasal 319 peraturan Nomor 1 Tahun 2017 mengatur masa jabatan pimpinan DPD yakni dari Oktober 2014 sampai Maret 2017, dan dari April 2017 sampai September 2019.
Sebelum ada pemilihan ketua DPD dalam rapat paripurna pada 3 April lalu, dua peraturan DPD tersebut telah dibatalkan MA melalui putusannya. Putusan MA menyebutkan bahwa dua peraturan tersebut harus dicabut dan dikembalikan pada peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2014. Peraturan tahun 2014 menyebut bahwa masa jabatan pimpinan DPD yaitu 5 tahun.
Dalam rapat paripurna DPD saat itu, pimpinan DPD sudah berniat menjalankan putusan MA itu. Namun, diprotes anggota DPD yang lain sehingga berujung pada penetapan peraturan DPD Nomor 3 Tahun 2017 tentang tatib.
Pasal 47 ayat 3 dalam peraturan tatib baru tersebut, menyebutkan masa jabatan pimpinan DPD adalah sama dengan masa jabatan anggota DPD.
"Jadi kalau lima tahun, dengan sendirinya maka pimpinan itu adalah sama dengan anggota," kata Suhadi.