Kamis 06 Apr 2017 20:44 WIB

Buni Yani: Kriminalisasi Terhadap Saya Sangat Bernuansa Politis

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Bayu Hermawan
Tersangka kasus dugaan penyebaran kebencian Buni Yani menunjukkan surat permohonan Praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (5/12).
Foto: Antara/Reno Esnir
Tersangka kasus dugaan penyebaran kebencian Buni Yani menunjukkan surat permohonan Praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (5/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buni Yani segera menjalani persidangan terkait kasus dugaan pelanggaran Pasal 28 Ayat 2 UU ITE. Buni Yani dianggap menyebarkan kebencian karena memposting video saat Gubernur DKI Jakarta (nonaktif) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyinggung al-Maidah di Kepulauan Seribu.

Namun, Buni Yani mengaku heran karena Guntur Romli tidak kunjung diproses secara hukum. Sebab menurutnya, Guntur Romli juga bisa dijerat dengan UU ITE, karena Guntur Romli adalah orang yang men-screenshot video yang diunggah Buni Yani, dan menyebarkan sehingga memprovokasi massa.

Buni mengatakan, lewat tangan Gunturlah video yang tadinya ditonton sedikit orang menjadi ditonton oleh banyak orang, karena disebarkan olehnya dengan kata-kata yang provokatif. "Guntur Romli telah membolak-balikkan logika dan fakta. Dia yang berbuat, saya yang dituduh. Inilah modus untuk membungkam, menjatuhkan, dan melibas siapa saja yang berani kritis terhadap Ahok. Ini sebelumnya yang terjadi pada sejumah orang," tegasnya, Kamius (6/4).

Setelah video menjadi viral, Buni mengaku Guntur Romli menuduh dia menjadi penyebar provokasi. Menurutnya apa yang dikatakan Guntur Romli hanya omong kosong belaka. Buni mengaku memposting video tersebut jam 00:28 dini hari Jumat, 7 Oktober 2016. Saat itu akun pribadi Buni Yani hanya memiliki sekitar 2.600 teman dan sekitar 3.000 pengikut.

"Dengan jumlah pertemanan yang masih sedikit ini, dan di-upload pada waktu dini hari, mustahil postingan saya mengenai video Ahok tersebut bisa menjadi viral. Ada yang like tapi cuma sedikit. Begitu juga yang komentar," jelasnya.

Menurut Buni, kurang dari 24 jam setelah Guntur Romli menyebar screenshot dan tuduhannya kepadanya, dia dilaporkan ke polisi oleh tim hukum BTJ bernama Kotak Aja. Dia mengatakan, sebagai pria yang berprofesi sebagai dosen, dia tidak ada niat untuk menyebarkan kebencian. Dia juga mengaku tak terima atas laporan dengan tuduhan telah menyebarkan kebencian atas dasar Pasal 28 Ayat 2 UU ITE.

"Ini termasuk pencemaran nama baik. Saya dosen, tak mungkin menyebarkan kebencian. Saya mengajarkan hal-hal baik kepada mahasiswa saya. Jadi saya dan tim hukum melaporkan balik pelapor dari Kotak Aja bernama Muannas Alaidid dan penyebar screenshot yaitu Guntur Romli," jelasnya.

Namun menurut Buni, polisi hanya memproses laporan Kotak Aja (pendukung BTJ) hingga Buni menjadi tersangka dan sebentar lagi menjadi terdakwa. Sampai detik ini, Buni mengatakan, laporannya atas dugaan pencemaran nama baik oleh Muannas Alaidid dan Guntur Romli tidak diproses polisi dan tidak menjadikan kedua orang ini menjadi tersangka.

"Kriminalisasi terhadap saya sangat bernuansa politis. Saya mencium aroma ketidakadilan yang telanjang di sini," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement