REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 30 anak suku Sulu dari kelompok bersenjata Filipina Abu Sayyaf menjalani program pendidikan di Yayasan Sukma Bangsa (YSB) Aceh yang didirikan Surya Paloh. "Sekolah Sukma Bangsa (YBS) tidak hanya mendidik anak Aceh tapi juga puluhan anak dari Filipina Selatan," kata komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hafid Abbas di Jakarta Jumat (7/4).
Hafid menuturkan program pendidikan tersebut sebagai bagian dari diplomasi kebudayaan saat pembebasan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok Abu Sayayaf pada tahun lalu. Hafid menggelar napak tilas di Konigstedt Manor (Government House) Helsinki, Finlandia, yang diketahui sebagai lokasi perundingan damai antara perwakilan pemerintah RI dan para tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang difasilitasi mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari.
Acara itu dihadiri pendiri YSB Surya Paloh, Ketua YSB Rerie Lestari Moerdijat, Direktur Akademik YSB Ahmad Baedowi dan Juha Christensen yang pernah terlibat aktif sebagai penghubung perundingan antara pemerintah RI dengan GAM. Direktur Akademik YSB Baedowi menyebtkan Surya Paloh sebagai tokoh penyusun strategi pembebasan sandera kelompok Abu Sayyaf melalui diplomasi kebudayaan.
Baedowi ditugaskan Paloh untuk mencari informasi di Filipina untuk membebaskan WNI yang menjadi tawanan kelompok Abu Sayyaf. Menurut Baedowi, Paloh yakin tidak seluruh warga Mindanao yang menjadi basis kelompok Abu Sayyaf "angkat senjata" ke hutan dan masih ada yang tinggal di pedesaan.
Baedowi memasuki daerah tersebut untuk mencari informasi kepada warga Mindanao yang di pedesaan. "Selama dua pekan saya menjadi guru di Mindanao akhirnya bisa masuk ke markas Abu Sayyaf pada awal Mei 2016, " ujar Baedowi.
Saat itu terjadi negosiasi pembebasan WNI yang menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf melalui diplomasi kebudayaan dan pendidikan. Salah satunya dengan cara mendidik anak anggota Abu Sayyaf di YSB.