REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang mengkaji pemberlakuan pajak progesif terhadap aset tidak dihuni seperti apartemen kosong dan rumah kosong. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Yoga menjelaskan, pihaknya masih menunggu kajian dan skema yang akan diberlakukan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Kementerian ATR).
"Februari lalu sempat kita bahas. Lalu kesepakatannya kita kaji dulu seperti apa. Kementerian ATR itu akan mengkaji skemanya seperti apa lalu mengusulkannya kepada kami,"ujar Yoga saat dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (9/4).
Yoga menuturkan, kementerian terkait tentunya lebih memahami mengenai aset produktif tersebut, bagaimana membuat perlakuan, tujuan perpajakan, dan skema yang akan ditetapkan. Setelah Kementerian Agrari dan Tata Ruang melakukan kajian secara menyeluruh mengenai aset properti ini, maka Ditjen Pajak akan dapat menuangkannya dalam bentuk peraturan.
"Masih dibahas terus. Nanti ada model dan pajak seperti apa. Skema mana yang harus diterapkan. Nanti kemenkeu akan menuangkan dalam bentuk aturan apakah PMK, PP atau Bagaimana," ujarnya.
Sebelumnya Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil mengatakan akan mengkaji penerapan pajak progresif untuk properti kosong seperti apartemen tak dihuni, termasuk yang tidak terjual. Meski secara kebijakan penerapan pajak progresif ini dinilai bagus, tetapi pemerintah masih belum dapat memutuskan karena sektor properti yang sedang terpuruk. "Kita pikirkan kembali, soalnya kondisi properti sedang sulit. Jadi kita cool down ide itu, kan perlu dibahas lebih lanjut jadi belum bisa. Tidak akan ada keputusan," ujar Sofyan Djalil.
Kementerian ATR akan memutuskan kelanjutan nasib rencana pajak progresif apartemen kosong di internal terlebih dahulu sebelum membawa teknisnya ke Direktorat Jenderal Pajak. Dengan pertimbangan sulitnya bisnis properti tahun ini, Sofyan menegaskan bahwa wacana tersebut dipikirkan kembali. Hal ini agar penerapan kebijakan ini tak semakin menyulitkan sektor properti. Selain itu, kebijakan ini juga akan melalui proses yang panjang karena keputusannya harus di tingkat yang lebih tinggi.
"Itu inisiatif Kebijakan. Jadi kan Kementerian Agraria dan Tata Ruang punya ide dalam rangka ini. Kebijakannya bagus, tapi waktunya kurang tepat," kata Sofyan.