REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga kajian politik Polmark Indonesia menyatakan, ada 542 tempat pemungutan suara (TPS) yang "ajaib". Sebab, TPS tersebut memiliki daftar pemilih tambahan (DPTb) yang cukup signifikan, sehingga rawan kecurangan.
"Mengapa kami sebut 542 TPS itu 'ajaib', karena TPS-TPS itu jumlah daftar pemilih tambahannya melebihi 2,5 persen dari total daftar pemilih tetap," kata Direktur Lembaga survei politik Polmark Indonesia Eko Bambang Subiantoro dalam diskusi yang diselenggarakan Komunitas Pers Peduli Pemilu Jakarta (KP3J), Jakarta, Senin (10/4).
Eko mengatakan, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 10/2015 Pasal 22 disebutkan bahwa jumlah DPTb tidak melebihi 2,5 persen dari daftar pemilih tetap (DPT) yang ada. Menurut dia, 542 TPS itu rawan terjadi kecurangan. TPS dimaksud tersebar di lima kabupaten dan kota di DKI Jakarta.
Di Jakarta Utara sebanyak 258 TPS, Jakarta Barat 252 TPS, Jakarta Pusat 16 TPS, Jakarta Timur 14 TPS, dan Jakarta Selatan dua TPS. Sementara, di Kepulauan Seribu tidak ditemukan.
Eko menyampaikan, seluruh pihak harus berpartisipasi menjaga Pilkada DKI Jakarta agar berlangsung adil, jujur, dan demokratis, terlepas dari siapa pun pemenang pilkada DKI Jakarta putaran kedua 19 April 2017. "Siapa pun pemenangnya, Pilkada DKI Jakarta harus dapat berlangsung adil, jujur dan demokratis, karena Pilkada DKI Jakarta juga merupakan barometer," kata dia.
Peneliti LIPI Siti Zuhro mengatakan, daftar pemilih memang menjadi persoalan yang kerap terjadi dalam pemilihan umum di Indonesia. Ia menekankan perlunya pemerintah mendapatkan data kependudukan yang akurat dan terpercaya.
"Kita sebagai negara besar tidak memiliki data kependudukan yang baik, pemerintah perlu segera mendapatkan data kependudukan yang akurat dan kredibel. Saat ini sudah keluar hampir Rp 7 triliun untuk KTP elektronik, tapi yang terjadi malah menjadi bahan bancakan," kata Siti Zuhro.