Senin 10 Apr 2017 16:15 WIB

Dua Komoditas Ekspor RI Dipersulit Masuk Pasar AS

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nur Aini
Biodiesel (ilustrasi)
Foto: olipresses.net
Biodiesel (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua jenis komoditas asal Tanah Air dipersulit untuk memasuki pasar Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump menuduh Indonesia melakukan dumping. Wakil Ketua Umum Kadin bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani mengatakan, dua komoditas tersebut yakni biodiesel dan kertas polos.

Ia memaparkan, biodisesel dan kertas polos asal Indonesia diberlakukan tarif ekspor yang tinggi untuk dapat masuk ke AS. Untuk biodiesel misalnya, tarif yang semula 7-8 persen kini dinaikkan menjadi 20 persen. "Kertas polos juga sama. Tadinya single digit, sekarang 17,3 persen," tutur Shinta, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (10/4).

Kondisi ini, jelas akan merugikan produk-produk ekspor Indonesia di Amerika. Berkaca pada kasus sebelumnya, Amerika juga pernah menuduh Indonesia menerapkan hambatan nontarif yang membuat produk pertanian mereka sulit masuk. Pada akhirnya Indonesia kalah dalam sengketa perdagangan internasional tersebut.

Karena itu, Shinta mendesak pemerintah untuk segera melakukan klarifikasi bahwa Indonesia tidak menjual biodisesel dan kertas polos dengan harga yang lebih rendah dibandingkan biaya produksinya, seperti yang dituduhkan Amerika Serikat. "Kalau kita tidak segera berikan klarifikasi, ini akan sangat berdampak buat ekspor kita ke sana," ucapnya.

Seperti diketahui, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuduh sejumlah negara melakukan dumping yang menyebabkan mereka menderita defisit perdagangan sebesar 798 miliar dolar AS pada 2016. Indonesia berada di urutan ke-16, dari 20 negara dalam daftar, dengan sumbangan defisit 14 miliar dolar AS.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh Kementerian Perdagangan, neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat sepanjang 2016 mencapai 23,43 juta dolar AS. Angka tersebut turun tipis sebesar 1,66 persen dibanding periode sebelumnya pada 2015 yang sebesar 23,83 juta dolar AS.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement