REPUBLIKA.CO.ID, KUTACANE -- Aparat kepolisian masih menyelidiki kasus mutilasi atas nama Saparudin (44 tahun), warga Desa Kuta Tinggi, Kecamatan Badar, Kabupaten Aceh Tenggara akhir Februari lalu. "Kita masih menunggu hasil dari uji DNA (deoxyribo nucleic acid atau asam deoksiribo nukleat) di Jakarta, (karena) belum keluar," ucap Wakil Kepala Polres Aceh Tenggara, Kompol Imam Asfali di Kutacane, Senin (10/4).
Ia menjelaskan, tes DNA dilakukan untuk menentukan beberapa sampel yang diuji seperti rambut, sel-sel mukosa di bagian dalam pipi atau dalam mulut, dan jaringan-jaringan lain. Seperti diketahui, penggunaan DNA dalam proses identifikasi memang merupakan alternatif yang akurat untuk pengenalan jati diri seseorang yang tidak mungkin teridentifikasi.
"Karena ada beberapa bagian tubuh korban yang kita uji, agar kita bisa mengetahui siapa sebenarnya tersangka (mutilasi)," terangnya.
Disamping itu, kata Imam, pihaknya telah mendapatkan keterangan dari berbagai saksi seperti dari keluarga, tetangga korban, dan lainnya yang berjumlah belasan orang. "Saksi yang kita periksa banyak," kata dia.
Risky Hidayat, Koordinator Pos SAR Kutacane mengatakan, potongan tubuh Saparudin, yang bekerja sebagai petani telah ditemukan semuanya di aliran Sungai Alas. "Terakhir bagian tubuh kaki kanan korban sudah ditemukan di aliran Sungai Alas, atau tepatnya di Desa Kute Melie, Bukit Tusam," ucapnya.
Dia merinci, pada Selasa (28/2), masyarakat menemukan bagian tubuh berupa kaki kiri dan tangan kiri korban sekitar pukul 16.30 Wib. Pukul 19.00 Wib, ditemukan lagi tangan kanannya.
Informasi masyarakat di Desa Kute Melie melihat langsung bagian tubuh korban mutilasi pada Rabu, (1/2) sore, dan terbawa arus air sungai setempat. Kuat dugaan bagian tubuh korban yang terputus tersebut seperti tangan dan kaki di buang dengan dihanyutkan ke Sungai Alas.
Dilaporkan kepala Desa Kuta Tinggi, Senin, (27/2), jam 10.30 Wib, bahwa korban pada Sabtu (25/2), pukul 4.30 Wib berpamitan dengan istri untuk pergi ke sawah dan tidak kembali lagi ke rumah.