REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam telah berkembang pesat di Bosnia Herzegovina, khususnya sejak Kesultanan Ottoman berhasil menaklukkan wilayah tersebut pada akhir abad ke-15. Meskipun sempat di bawah rezim Austria-Hungaria yang Katolik pada awal abad ke-20, sampai kini Islam masih mayoritas di Bosnia Herzegovina.
Menurut cacah jiwa 2013, sekitar 51 persen populasi negara tersebut merupakan Muslim. Sisanya, terbagi atas Kristen Ortodoks dan Katolik.
Bosnia Herzegovina memiliki sekitar 1.400 bangunan khas Islam. Namun, sepertiga di antaranya sudah dihancurkan pada masa kekerasan 1992-1995.
Dalam periode tersebut, perang saudara terjadi di Yugoslavia yang di dalamnya Bosnia Herzegovina merupakan salah satu bagian.
Kaum Muslim Bosnia mendapatkan serangan dari ekstremis, baik dari kubu Serbia maupun Kroasia. Sebelum perang tersebut pecah, ada 1.149 masjid di seantero Bosnia. Setelah situasi mereda pada 1995, hanya tersisa 222 masjid dengan kondisi bangunan yang layak. Demikian data dari buku Islam and Bosnia: Conflict Resolution and Foreign Policy in Multi-Ethnic States (2002).
Selama 1992-1995, bumi Bosnia Herzegovina dilanda konflik. Diperkirakan, tidak kurang dari 97.207 penduduk sipil Bosnia Herzegovina tewas atau hilang akibat perang yang berlangsung selama tiga tahun delapan bulan itu. Namun, data lain dari The War in Bosnia-Herzegovina (2000: 169-191) menyebutkan, sebanyak 144.248 orang Bosnia, mayoritasnya Muslim, tewas lantaran konflik tersebut.
Di Banja Luka, total 16 masjid dibuldoser oleh kelompok ekstremis bersenjata Serbia. Kelompok teroris ini didukung pasukan militer Republik Srpska, separatis Bosnia yang bertanggung jawab atas, antara lain, genosida di Sebrenica pada Juli 1995.
Kelompok ini ingin agar segala bangunan peninggalan peradaban Islam musnah dari daerah yang saat itu dikuasainya. Akibat serangan itu, pada 7 Mei 1993 kompleks Masjid Ferhadija hanya menyisakan struktur fondasinya dan tiang-tiang yang tak lagi utuh.