REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penganiayaan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan sesungguhnya merupakan tamparan kepada negara yang selama ini pemerintahnya tidak jelas berdiri di mana. "Sebetulnya ini bukan teror ke Novel pribadi saja. Melainkan teror ke negara. Pemerintahnya seolah senyap selama ini dalam pemberantasan korupsi. Hanya ada di ucapan tapi tidak ada di tindakan dalam penegakan hukum, ujar Direktur Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, Selasa (11/4).
Dia mengatakan kejadian ini sesungguhnya menjadi tamparan dari koruptor bagi pemerintah sekarang yang cenderung bermain aman. Syamsuddin mengatakan, pemerintah dalam hal ini Presiden sejatinya memposisikan diri sebagai panglima besar dalam pemberantasan korupsi yang memiliki kepekaan dan antisipasi. Misalnya dalam kasus KTP elektronik (KTP-el).
Syamsuddin mengatakan, sejak dari awal kasus KTP-el, harusnya Presiden peka dan paham betul bahwa kasus ini melibatkan bukan orang biasa. Melainkan elite yang memiliki kekuatan besar yang menggoyang negara. "Bukankah KPK juga sudah terang menjelaskan hal ini?" ujarnya.
Itu artinya, lanjut Syamsuddin, bila negara melalui pemerintahnya benar peduli anti korupsi seharusnya mengerahkan seluruh kekuatan untuk mem-backup KPK menuntaskan kasus ini. "Kita mengecam kasus ini, dan mengutuk keras. {elakunya harus diusut. Tapi yang terpenting negara melalui pemerintah juga harus dituntut keberpohakannya yang jelas. Negara harus turun tangan," katanya.
(Baca Juga: Dahnil: Mari Doakan dan Menemani Novel Melawan Teror Biadab)