Selasa 11 Apr 2017 08:37 WIB

Pemerintah Incar Dana Infrastruktur Rp 13 Triliun dari IDB

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Menteri Keuangan, Sri Mulyani
Foto: ROL/Wisnu Aji Prasetiyo
Menteri Keuangan, Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID,NUSA DUA -- Pemerintah Indonesia sedang gencar mencari alternatif sumber pembiayaan untuk pembangunan berbagai proyek infrastruktur prioritas. Salah satu yang sedang dijajaki saat ini adalah peluang pendanaan dari negara-negara anggota Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank) atau IDB.

Dalam pertemuan tahunan negara-negara anggota IDB di Nusa Dua, Bali pada 10-12 April 2017, IDB menandatangani nota kesepahaman dengan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjembatani pembiayaan infrastruktur, yakni PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu jurus pemerintah untuk bisa menopang pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang. Namun, dengan ketidakpastian iklim ekonomi global saat ini, ditambah dengan harga komoditas yang belum pulih sepenuhnya, maka pemenuhan pembiayaan tentu menjadi tak mudah. Padahal, kata Sri, pembangunan infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia merupakan keharusan yang tak bisa ditunda.

Ia mengungkapkan, kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur mencapai Rp 4.900 triliun hingga 2019. Angka sebesar ini digunakan untuk membangun paling tidak 200 proyek prioritas nasional. Namun ia menegaskan, pembangunan seluruh proyek ini harus melibatkan sektor swasta.

Di hadapan para investor anggota IDB, Sri mengatakan bahwa pemerintah Indonesia sangat berharap agar sektor swasta dan negara pemodal dana abadi atau dana cadangan investasi (Sovereign Wealth Fund) bisa ikut berinvestasi di Indonesia. Menurutnya, penandatanganan nota kesepahaman antara IDB dan PT SMI merupakan peluang bagi kedua pihak untuk menyisir potensi investasi yang ada. Target pemerintah pendanaan yang bisa disalurkan oleh IDB menyentuh 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 13,3 triliun.

Apalagi, kata Sri, diterbitkannya 14 paket kebijakan ekonomi seharusnya memberikan keyakinan bagi investor bahwa pemerintah sepenuhnya mendukung adanya investasi. "IDB dan PT SMI fokus pada investasi. Keduanya mencari potensi investasi hingga 1 miliar dolar AS. Ini cara termudah bagi dana abadi asing untuk masuk ke Indonesia," katanya.

IDB telah menyalurkan pembiayaan untuk proyek-proyek negara anggota hingga 127 miliar dolar AS hingga 2016 lalu. Dari angka tersebut, 53,3 persen penyaluran pembiayaan digunakan untuk membiayai kebutuhan di sektor infrastruktur, sedangkan 10,7 persen disalurkan untuk sektor pertanian. Sebagian kecil lainnya, 9,3 persen pembiayaan digunakan untuk proyek pendidikan dan kesehatan bagi negara anggota IDB.

Presiden IDB Bandar al Hajjar menyebutkan, dalam menyalurkan pembiayaan IDB juga melakukan skema PPP (Public-Private Partnership) atau Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) hingga 3,4 miliar dolar AS sepanjang 2016 saja. Bandar menyebutkan, hingga saat ini sudah ada 78 dana cadangan investasi (Sovereign Wealth Fund/ SWF) yang dihimpun oleh negara-negara di dunia. Hampir separuhnya, 32 SWF dimiliki oleh negara anggota IDB dengan total aset hingga 3,3, triliun dolar AS. Pembentukan SWF ini, kata Bandar, saat ini tak terbatas oleh negara-negara penghasil minyak bumi. Selama lima tahun belakangan, paling tidak 11 dana cadangan investasi telah dibentuk oleh negara anggota IDB termasuk Senegal, Tunisia, dan Turki.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement