REPUBLIKA.CO.ID,CIREBON -- PT Pertamina Internasional EP (PIEP), anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang mengelola aset-aset hulu di luar negeri, optimistis dapat mendongkrak produksi minyak dari aset produksi di enam negara menjadi 150 ribu boepd.
Presiden Direktur PIEP Slamet Riadhy, menjelaskan, produksi migas yang bersumber dari Aljazair, Irak, dan Malaysia mencapai sekitar 100 ribu barel setara minyak per hari pada 2014. Produksi dari tiga aset tersebut meningkat menjadi 131 ribu bopd dan sekitar 200 mmscfd gas pada saat ini.
Pada 2016, pencapaian produksi PIEP dari tiga negara yakni sebesar 127 ribu setara minyak (boepd) atau 121 persen di atas target produksi tahun 2016. Kemudian pada akhir Februari 2017, terdapat tambahan aset produksi di tiga negara yakni Tanzania, Gabon, dan Nigeria.
Dengan tambahan aset produksi tersebut, PIEP mengklaim menaikkan produksi minyak menjadi 150 ribu boepd. "Pertamina masih memiliki tugas besar untuk dapat memproduksi sebesar 650 ribu boepd pada 2025. Jika mengandalkan aset yang ada di tiga negara, kami bisa meningkatkan produksinya menjadi sekitar 250 ribu boepd pada 2025," kata Slamet Riadhy dalam diskusi di Cirebon, Selasa (11/4).
Ia menyampaikan Pertamina Internasional EP pun optimistis dapat mencapai target 650 ribu boepd nantinya dengan adanya tambahan aset baru menjadi 12 negara. "Dengan tambahan aset baru menjadi 12 negara saat ini dan juga potensi tambahan aset-aset baru nantinya, kami optimistis target 650 ribu boepd dapat tercapai dengan rasio reserve to production selama 20 tahun,” kata dia.
Berdasarkan catatannya, PIEP juga mengklaim telah mendongkrak cadangan dari semula 409 juta boe menjadi 533 juta boe. Cadangan minyak PIEP saat ini telah mencapai 402 juta barrel oil dari semula 314 juta barrel oil. Sedangkan gas 758 BCF atau meningkat dari 546 BCF pada dua tahun lalu.
Slamet mengatakan, peningkatan produksi dan cadangan tersebut dicapai dengan melakukan efisiensi biaya per barel. Ia mencontohkan biaya operasi pada 2015, mencapai 10,3 dolar AS per barel. Namun pada 2016, biaya operasi tercatat senilai 7,5 dolar AS per barel. Tingkat efisiensi biaya ini dinilai telah mencapai targetnya. PIEP mencatat, total efisiensi ongkos produksi yang dilakukan sepanjang 2016 mencapai 187 juta dolar AS dari target effisiensi ongkos produksi 161 juta dolar AS.