REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat menyebut MK merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang masuk peringkat tiga besar terkait kepuasan publik. Peringkat itu berdasar hasil Litbang Kompas, Desember 2016.
Hasil penelitian itu terkait kinerja, marwah, integritas lembaga berdasar kepuasan publik terhadap penegak hukum. MK, KPK dan kepolisian menduduki ranking paling atas.
"Tapi prahara di MK datang Januari 2017 sehingga apa yang sudah baik, hasil penelitian yang objektif menjadi runtuh semua," kata Arief.
Nama MK belakangan tercoreng, utamanya atas kasus Akil Mochtar dan Patrialis Akbar. Arief mengatakan, saat ini MK dicitrakan dengan kinerja kurang baik dan putusan-putusannya dianggap tidak bermutu. Dahulu, kata dia, MK bukanlah lembaga 'seksi' sehingga tidak ada orang yang bermain-main di MK. Tetapi, sekarang MK menjadi lembaga 'seksi', bisa dilihat dari kekuasaan dan kewenangannya.
Arief mengatakan dahulu, orang tidak meneropong dan main-main di MK. "Tapi sekarang, karena kewenangan dalam Pilpres, pengujian UU, Pilkada, maka MK menjadi lembaga yang sangat 'seksi', baru disadari sekarang, sehingga banyak pihak mencoba bermain-main di MK," ujarnya.
Akhir-akhir ini ada 130-an perkara yang masuk ke MK. Itu dirasa merupakan beban berat. Ia mengatakanm berbeda dengan zaman dulu, sehingga perkara tidak bisa langsung diputus. Jika zaman dulu, hanya ada sidang dua kali dalam sepekan, sekarang, sidang bisa dilakukan Senin hingga Kamis hingga sore hari.
Menurutnya, para pengamat di luar tidak tahu kondisi sebenar-benarnya. Bahwa MK kini sudah berubah tantangannya dari waktu ke waktu. Tetapi ini harus dicermati, dibutuhkan solidaritas dan independensi.
Sejak kasus Akil (2013), Arief mengatakan, dibentuklah dewan kode etik yang terjamin independensinya. Apabila era sebelumnya, berbagai macam surat keluhan terkait MK masuk langsung ke Ketua MK dan bisa langsung dimusnahkan. Dengan adanya dewan etik, hal itu bisa terhindarkan. "Sekarang surat komplain, ketidakpuasan apa pun masuk dewan etik, dewan ini terbuka, transparan. Jadi MK sekarang lembaga seksi dan terbuka," katanya.