Rabu 12 Apr 2017 01:12 WIB

Resolusi Sawit Eropa Disebut Hanya untuk Kepentingan Dagang

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Budi Raharjo
Hamparan perkebunan kelapa sawit membentuk pola terlihat dari udara di Provinsi Riau, Selasa (21/2).
Foto: Antara/FB Anggoro
Hamparan perkebunan kelapa sawit membentuk pola terlihat dari udara di Provinsi Riau, Selasa (21/2).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menyebut Resolusi Sawit oleh Parlemen Eropa hanya berdasarkan kepentingan dagang. Anggota DMSI sekaligus Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengatakan dampak lingkungan terhadap emisi jauh lebih besar kedelai dan sapi.

Namun parlemen Eropa tidak pernah menyingggung peternakan sapi dan kedelai. Isu sustainability atau keberlanjutan hanya untuk sawit, tidak ada untuk rapsheed, sunflower, kedelai dan sumber minyak nabati lainnya.

"Kita curiga sustainability standar bukan ingin sawit kita berkelanjutan tapi menjadikan instrumen mereka menghambat perdagangan palm oil Indonesia," ujarnya, Selasa (11/4).

Terkait kampanye peralihan sawit menjadi kedelai atau komoditas nabati lainnnya, ia menjelaskan, jika perkebunan sawit diganti kedelai membutuhkan lahan lebih luas. Sebab diperlukan lahan yang lebih luas untuk konversi hutan menjadi lokasi budidaya kedelai seperti yang terjadi di Amazon, Argentina dan Barasil. "Ini merupakan satu persaingan bisnis perang yang tak berkesudahan," ujarnya.

Hal sebaliknya dilakukan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang mendukung Resolusi oleh Parlemen Eropa. "RSPO memiliki pandangan yang sama dengan Parlemen mengenai adanya urgensi untuk memastikan minyak kelapa sawit disertifikasi agar dapat diproduksi berdasarkan kriteria lingkungan dan sosial yang ketat," katanya melalui pernyataan resmi.

Apalagi dengan permintaan dunia terhadap minyak kelapa sawit yang diprediksi meningkat secara signifikan dalam 35 tahun ke depan. Forum meja bundar itu mengaku telah mengetahui keputusan Parlemen Eropa untuk mengadopsi laporan yang dikeluarkan atas inisiatif sendiri yang berjudul ‘Minyak Kelapa Sawit dan Deforestasi Hutan’, yang diketuai oleh MEP Kateřina Konečná.

RSPO mendukung ajakan yang disebutkan di dalam laporan tersebut, mengenai pentingnya komitmen dari seluruh Uni Eropa untuk menggunakan 100 persen minyak kelapa sawit berkelanjutan bersertifikat pada tahun 2020 dan agar seluruh negara anggota Uni Eropa menandatangani 'Deklarasi Amsterdam'.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement