REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan internal DPD RI belum juga menunjukan mereda. Hal itu yang terlihat dalam rapat paripurna pembukaan masa sidang IV DPD RI pada Selasa (11/4) siang dimana anggota DPD terbelah menjadi dua kubu, yang salah satu kubunya walk out atau meninggalkan rapat paripurna.
Persoalannya masih sama, sejumlah anggota DPD RI menolak mengakui pimpinan yang baru dilantik pada Selasa (4/4) lalu dan menyatakan mengakui kepemimpinan GKR Hemas dan Farouk Mohammad sebagai pimpinan yang sah.
Mantan Wakil Ketua DPD, Farouk Mohammad mengakui dualisme kepemimpinan yang terjadi di DPD saat ini. Ia berkeras sebagai pimpinan sah DPD sesuai dengan putusan Mahkamah Agung.
"Saya bukan mau gila jabatan. Saya minta secarik kertas yang legal, sah, yang membatalkan saya sebagai pimpinan DPD begitu juga ibu Hemas," kata Farouk usai bertemu anggota walk out dari rapat paripurna di ruang tunggu Nusantara V Gedung DPR RI.
Karena itu, ia akan tetap menjalakan fungsinya sebagai pimpinan DPD RI kendati saat ini pimpinna di bawah komando Oesman Sapta Odang telah dilantik. Ia juga menegaskan, persoalan itu tidak akan mempengaruhi kinerja DPD RI. Meski nantinya sejumlah fasilitas diambil pihak Kesekjenan DPD RI.
"Kita akan kerja optimalkan. Kita ikuti saja. Kita kan selalu berkoordinasi saja Kita serahkan pada masing-masing AKD saja," katanya.
Saat ditanyai kemungkinan jalan tengah yang diambil untuk menyelesaikan persoalan tersebut, Farouk pun nampak pesimistis. "Tidak tahu. Kita lihat saja nanti. Ini dinamika politik sesuatu yang tidak bisa kita prediksi. Saya hanya berpegang pada jalur hukum," ujar Farouk
Sementara, Ketua DPD Baru Oesman Sapta Odang membantah ada perpecahan di DPD RI. Ia juga menyebut, apa yang terjadi di rapat paripurna bukanlah kericuhan. "Enggak ada kericuhan, kita kan enggak ricuh, yang ricuh siapa, yang di luar jadi jangan dipikirin," kata Oso.
Ia juga belum berpikiran untuk memediasi pihak yang masih menolak kepemimpinan dirinya. Menurutnya, ia masih harus menunggu waktu yang tepat.
"Ya itu nanti harus orangnya sadar dulu, itu orang lagi sakit, jangan dilawan sakit juga. Saya kan sabar, saya memberikan kesempatan ngomong, harus tertib, harus berwibawa, harus bernegara," kata Oso.