REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit mengatakan penodongan yang terjadi di angkutan umum Koperasi Wahana Kalpika (KWK) T-25 rute Rawamangun-Pulogebang membutuhkan solusi tindakan preventif dari pemerintah. Sebab, angkutan umum memiliki kontrak publik sehingga peran pemerintah harus hadir.
Menurut Danang, pemerintah harus turut menjaga keselamatan dan keamanan para pengguna angkutan umum. Ia menjelaskan ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah agar kejadian penodongan ini tidak terulang.
Pertama, Danang mengatakan, soal disiplin pemberhentian di halte. Ia menuturkan halte harus menjadi titik tolak yang penting bagi naik turunnya penumpang.
"Kita sudah tahu seperti Transjakarta bahwa dia itu berhenti dan mengangkut penumpang, kan di tempat yang khusus sehingga itu bisa kendalikan soal keselamatan dan keamanannya. Sehingga perhatian pemerintah soal halte ini, saya kira harus jadi catatan yang paling utama," ujar Danang, Selasa (11/4).
Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah meningkatkan keamanan dengan teknologi baik di halte ataupun di dalam kendaraannya. Contohnya, penggunaan CCTV.
"Teknologi CCTV kan nggak terlalu mahal. Nah itu bisa diinstal di halte maupun di kendaraan tanpa harus menaikkan biaya pengguna," katanya.
Sebelumnya, telah terjadi penodongan di angkutan umum KWK bernomor T-25 berute Rawamangun-Pulogebang. Kejadian tersebut terjadi di lampu merah Buaran Jalan I Gusti Ngurah Rai sekitar pukul 19.00 WIB, Ahad (9/4).