REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Ratusan migran Afrika yang hendak menyeberang ke Eropa dilaporkan telah menjadi korban perdagangan manusia. Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), para penyelundup menjual mereka di pasar budak di Libya.
Salah satu korban mengatakan kepada IOM, setelah ditahan oleh para penyelundup, mereka dibawa ke pusat kota untuk dijual. Migran yang memiliki keterampilan melukis atau membuat ubin akan dijual dengan harga tinggi.
Seorang migran asal Senegal, yang tidak disebutkan namanya, mengatakan ia telah dijual di salah satu pasar di Sabha, selatan Libya. Ia kemudian dibawa ke penjara darurat, tempat lebih dari 100 migran disandera.
Menurutnya, para migran diharuskan untuk menelepon keluarga mereka untuk membayar uang tebusan agar bisa bebas dari penjara itu. Beberapa migran juga dipukuli dan disiksa.
Dia menggambarkan kondisi yang mengerikan, saat migran dipaksa untuk bertahan hidup dengan pasokan makanan terbatas. Jika keluarga tidak mampu membayar, mereka akan dibunuh atau dibiarkan kelaparan.
Korban lain yang keluarganya mampu membayar dana tebusan, turut menceritakan pengalamannya di Libya. Setelah sembilan bulan ditahan, ia dibawa ke rumah sakit dan dinyatakan menderita gizi buruk dengan berat badan hanya 35 kg.
Para migran perempuan juga diperjualbelikan di Libya untuk dijadikan budak seks. Kepala IOM untuk Libya, Othman Belbeisi, mengatakan mereka dijual ke perbudakan dengan harga yang sesuai dengan kemampuan mereka.
"Rupanya mereka tidak punya uang dan keluarganya tidak bisa membayar uang tebusan, sehingga mereka dijual untuk bisa diambil kemampuannya," kata Othman kepada BBC.
Seorang anggota staf IOM di Niger mengatakan, mereka mendapatkan laporan perdagangan manusia di Libya dari beberapa migran yang melarikan diri.
"Mereka semua mengkonfirmasi telah dijual sebagai budak di Sabha. Mereka direkrut penduduk setempat untuk melakukan pekerjaan sehari-hari di kota. Kemudian bukannya dibayar, mereka justru dijual lagi ke pembeli baru," jelasnya.