REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina mengharuskan pejabat lokal Xinjiang untuk merokok di hadapan Muslim dan mengancam hukuman bagi mereka yang menolak. Ini bagian dari komitmen yang diminta Pemerintah Cina kepada pejabat di Xinjiang untuk melawan ekstrimisme.
Ketua Partai Komunis di Prefektur Hotan Cina Jelil Matniyaz diturunkan jabatannya setelah menyatakan tidak berani melaksanakan kebijakan itu. Dalam laporannya, Pemerintah Cina menyebut Matniyaz tidak memiliki komitmen politik. Matniyaz sendiri merupakan warga asli etnis Uyghur, demikian dilansir Associated Press, Selasa (11/4).
Hukuman ini merupakan langkah terbaru Pemerintah Cina untuk melancarkan pengaruh di Xinjiang termasuk di Hotan yang jadi pusat kebudayaan Uyghur. Pemerintah Cina mengklaim, langkah-langkah ini, termasuk pelarangan jilbab dan janggut merupakan upaya untuk melawan para pengikut Islam fundamentalis.
Lembaga advokasi Uyghur di luar negeri menyebut langkah terbaru Pemerintah Cina ini hanya menyuburkan bibit radikalisasi dan kekerasan. Merokok tidak dilarang di sebagian negara mayoritas Muslim. Sayangnya, paksanaan merokok yang berujung pada sanksi atas Matniyaz jadi kontradiktif.
Di satu sisi, para pakar kesehatan di sana berusaha menekan akan perokok karena alasan kesehatan. Sementara alasan pakasaan merokok bagi pejabat di Cina ini adalah melestarikan budaya mengisap tembakau.
Peneliti European School of Culture and Theology di Jerman, Adrian Zenz, mengatakan, pejabat lokal Xinjiang didorong melakukan penataan kembali struktur sosial dengan menghapuskan segala bentuk pengaruh Islam dalam masyarakat Uyghur. "Praktik agama umum oleh Muslim di sana sekarang bahkan dikategorikan aktivitas ekstrimis. Ini mengubah pandangan orang secara keseluruhan," kata Zenz.
Surat kabar Hotan Daily menyebut telah ada 97 pejabat lokal yang jadi objek investigasi Partai Komunis. Investigasi ini dipimpin oleh pemimpin Partai Komunis Regional Xinjiang Chen Quanguo yang sudah berjanji menghancurkan ekstremisme di sana.