Rabu 12 Apr 2017 13:27 WIB

Rencana DPR Minta Jokowi Batalkan Pencegahan Setnov Dikritik

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua DPR Setya Novanto menerima kunjungan pengurus GP Anshor di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/4).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Ketua DPR Setya Novanto menerima kunjungan pengurus GP Anshor di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana DPR yang hendak menyurati Presiden Joko Widodo untuk meminta pembatalan pencegahan bepergian keluar negeri terhadap Ketua DPR Setya Novanto dikritisi sejumlah pihak. Hal ini karena alasan DPR yang meminta pengecualian pencegahan terhadap Ketua DPR RI seakan dibuat-buat.

Guru Besar Hukum Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji menegaskan bahwa dalam Undang-undang KPK terkait kewenangan permintaan pencegahan demi kepentingan penyidikan kasus hukum, tidak memberikan pengecualian terhadap jabatan kepala lembaga negara, termasuk salah satunya Ketua DPR RI.

"Tidak memberikan eksepsionalitas terhadap jabatan kepala lembaga negara, jadi penetapan cegah Itu menjadi otoritas penuh KPK," kata Indriyanto melalui pesan singkatnya pada Rabu (12/4).

Karena itu, ia menilai DPR sebagai kelembagaan politik sebaiknya menghormati penegakan hukum oleh KPK. Ia juga meminta permintaan pembatalan status cegah kepada Presiden diurungkan. Hal ini karena sepanjang pengalaman politik usai reformasi, belum pernah ada Presiden yang melakukan intervensi kepada permohonan cegah lembaga penegak hukum.

"Tidak pernah Presiden melakukan intervensi terhadap pencegahan atau cekal dari otoritas KPK. Dan menurut saya presiden akan menyerahkan soal cekal ini kepada KPK," kata Dosen Magister Ilmu Hukum Universitas Indonesia tersebut.

Selain itu, mantan Pelaksana Tugas Pimpinna KPK tersebut, menilai alasan pembatalan DPR karena alasan diplomasi juga tidak pas. Hal ini karena kelembagaan DPR bukan bertumpu hanya di satu sosok Ketua DPR RI.

"Selain belum pernah ada kasus cegah dibatalkan presiden, saya rasa tidak terganggu apalagi bidang diplomasi ini bisa terwakili oleh wakil ketua pimpinan DPR yg sangat mumpuni dibidang diplomasi politik juga," kata Indriyanto.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement