Rabu 12 Apr 2017 16:44 WIB

Soal Permintaan Pencabutan Pencegahan Setnov, Ini Kata Jokowi

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden Joko Widodo
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Presiden Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi mengaku belum menerima surat dari DPR tentang permintaan pencabutan pencegahan ke luar negeri terhadap Ketua DPR, Setya Novanto. Sehingga ia mengatakan belum bisa berkomentar banyak terkait hal tersebut.

"Sampai saat ini suratnya belum sampai di meja saya, tolong ditanyakan kepada menteri hukum dan HAM. Jadi belum bisa berkomentar," ujarnya kepada wartawan seusai menghadiri acara penyerahan sertifikat hak atas tanah program strategi nasional serta pembinaan, fasilitas dan kerja sama akses reform di Kota Bandung, Rabu (12/4).

Ia menuturkan, belum mengetahui isi surat tersebut sehingga belum mengerti. Karena suratnya belum sampai di meja kerjanya. Saat ditanya terkait permintaan pencabutan pencegahan karena hak imunitas ketua DPR, Jokowi menegaskan belum bisa berkomentar.

"Saya belum tahu kalau sudah ada di meja saya (suratnya), saya buka dan baca baru saya bisa berkomentar," ungkapnya.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) akan mengirimkan surat nota keberatan kepada Presiden Joko Widodo atas dikeluarkannya status pencegahan bepergian keluar negeri kepada Ketua DPR RI Setya Novanto. Nota keberatan tersebut dimaksudkan agar Presiden Jokowi membatalkan pencegahan kepada Novanto.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, nota keberatan merupakan sikap resmi DPR RI atas pencegahan terhadap Novanto. Ia menjelaskan nota keberatan diawali nota protes dari fraksi Partai Golkar yang kemudian disepakati seluruh fraksi lainnya di rapat Bamus yang berlangsung hingga Selasa (11/4) malam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement