REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank ) atau IDB melanjutkan pembahasan soal pembentukan Mega Islamic Bank (MIB). Bank yang ide pembentukannya sudah muncul sejak 2015 ini nantinya akan fokus dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur bagi negara-negara anggota Organsiasi Kerja Sama Islam (OKI). MIB dimotori oleh Indonesia, Turki, dan IDB.
Deputi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir menilai, pembentukan MIB sebetulnya sah-sah saja lantaran tujuan di baliknya untuk menyokong pembangunan infrastruktur. Apalagi, negara-negara anggota OKI yang sebagian di antaranya merupakan negara berkembang memang sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur untuk menunjang pergerakan ekonomi. Namun, Iskandar menilai bahwa sebetulnya secara fungsi pembiayaan, IDB masih memberikan solusi atas kekurangan dana untuk infarstruktur.
"Artinya, memang lebih baik optimalkan saja yang sudah ada, yakni IDB. IDB juga membiayai infrastruktur. Bahkan sebagian besar mengalir untuk infrastruktur," kata Iskandar, Rabu (12/4).
Sebelumnya, Presiden IDB Bandar Al Hajjar mengungkapkan bahwa pihaknya telah membentuk tim kajian yang secara khusus mempersiapkan pembentukan Islamic Mega Bank. Tim yang beranggotakan Indonesia, Turki, dan IDB ini, ujarnya, telah melakukan pertemuan perdana pada Maret 2017 lalu yang secara khusus membahas perkembangan atas rencana pembentukan Mega Islamic Bank yang pertama kali tercetus pada 2015 lalu.
"Sampai saat ini studi tentang gagasan Mega Islamic Bank masih berjalan. Setelah bulan lalu mengadakan pertemuan, sebentar lagi akan digelar pertemuan serupa guna melanjutkan diskusi," kata Bandar Al Hajjar saat ditemui di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua Bali, Rabu (12/4).
Bandar menilai, pendirian Mega Islamic Bank akan memberikan manfaat besar bagi negara anggotanya. Bank ini nantinya akan menyediakan pembiayaan infrastruktur khususnya bagi negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
IDB mencatat, kebutuhan pembiayaan infrastruktur negara-negara di dunia mencapai 3,3 triliun dolar AS pada tahun 2016. Sementara anggaran yang tersedia hingga saat ini baru menyentuh 2,5 triliun dolar AS. Artinya, terdapat total kekurangan pembiayaan infrastruktur secara global sebesar 800 miliar dolar AS. "Sedangkan kekurangan pembiayaan infrastruktur di negara-negara anggota IDB mencapai 200 sampai 220 miliar dolar AS per tahun," ujarnya.